
POPNEWS.ID – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus menggenjot deteksi dini HIV/AIDS sebagai strategi utama menekan laju penularan yang setiap tahun mencatat sekitar 1.000 kasus baru.
Upaya ini menjadi fokus penting mengingat tingginya mobilitas penduduk Kaltim, terutama akibat arus pekerja migran di sektor industri dan pertambangan.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, dr. Ivan Hariyadi, menegaskan bahwa tren kasus HIV memang terlihat stabil. Namun, kondisi tersebut tidak serta-merta membuat risiko penularan menurun.
Arus pendatang yang keluar-masuk setiap saat justru menuntut upaya pencegahan dan edukasi yang lebih intensif.
“Kalau dilihat dari tren, kasus baru hampir flat setiap tahun. Tapi karena Kaltim menjadi magnet banyak penduduk yang datang untuk bekerja, upaya pencegahan dan deteksi dini harus terus ditingkatkan,” ujarnya, Jumat (12/12/2025).
Deteksi Dini dan Lintas Sektor Jadi Kunci Penguatan Pencegahan
Dalam penjelasannya, Ivan menyoroti pentingnya keterlibatan lintas sektor. Ia menilai penanggulangan HIV tidak akan efektif jika hanya mengandalkan sektor kesehatan. Edukasi dan intervensi harus menjangkau berbagai komunitas, institusi, hingga dunia industri.
Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama menjadi salah satu mitra strategis. Keduanya berperan memperluas edukasi HIV/AIDS ke sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan berbasis agama. Edukasi sejak dini dinilai bisa membentuk pemahaman yang benar, sekaligus mengurangi stigma.
“Edukasi harus masuk ke sekolah dan lembaga pendidikan agama. Tanpa itu, informasi akan sulit merata,” tegas Ivan.
Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja turut diharapkan aktif menyampaikan informasi pencegahan HIV kepada perusahaan dan pekerja. Langkah ini penting karena dunia kerja menjadi salah satu ruang dengan mobilitas tinggi.
Satpol PP juga bergerak dalam pengawasan lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi titik rawan penularan, terutama tempat aktivitas berisiko. Pengawasan yang konsisten dapat mencegah munculnya klaster baru.
“Kami tidak mungkin bekerja sendirian. Kalau hanya sektor kesehatan, upaya pencegahan akan sulit maksimal,” ujarnya menambahkan.
Dorongan CSR untuk Skrining HIV di Perusahaan
Dinkes Kaltim kini mendorong perusahaan agar lebih aktif melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Ivan menilai CSR dapat memperluas jangkauan pemeriksaan HIV bagi pekerja, menghadirkan penyuluhan yang lebih intensif, dan membuka akses layanan kesehatan di lingkungan kerja.
Beberapa perusahaan di Kutai Timur (Kutim) dan Kutai Kartanegara (Kukar) bahkan sudah menjalankan program skrining dan edukasi HIV bekerja sama dengan puskesmas. Mereka menyediakan layanan tes HIV gratis untuk karyawan dan keluarga mereka.
“Beberapa perusahaan di Kutim dan Kukar sudah menyalurkan dana CSR untuk mendukung edukasi dan pemeriksaan HIV bagi karyawan, termasuk menyediakan layanan skrining gratis melalui puskesmas,” jelasnya.
Perusahaan juga mendapat penegasan penting terkait hak pekerja. Ivan menegaskan bahwa perusahaan tidak boleh menanyakan status HIV calon karyawan saat rekrutmen. Tes HIV hanya boleh dilakukan dalam konteks layanan kesehatan, bukan seleksi kerja.
“Pekerja yang positif HIV tetap memiliki hak yang sama. Mereka bisa tetap produktif karena obat tersedia dan mudah diakses,” katanya.
Kebijakan perlindungan pekerja ini diharapkan mampu menekan stigma dan mendorong lebih banyak pekerja mengikuti tes tanpa rasa takut.
Triple Eliminasi: Cegah Penularan dari Ibu ke Anak
Selain menyasar populasi umum dan pekerja, Dinkes Kaltim memperkuat program triple eliminasi untuk ibu hamil. Program ini mencakup pemeriksaan HIV, hepatitis, dan sifilis yang dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
“Penanganan sedini mungkin memungkinkan virus pada ibu dapat ditekan sehingga anak lahir sehat,” ujar Ivan.
Pemeriksaan ini dilakukan secara berkala selama kehamilan. Edukasi, pendampingan, dan rujukan menjadi bagian dari rangkaian layanan agar ibu hamil mendapatkan penanganan tepat waktu.
Edukasi Pra-Nikah Jadi Fondasi Pencegahan Jangka Panjang
Dinkes Kaltim juga bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk memperkuat edukasi pra-nikah. Pasangan calon pengantin menjadi kelompok penting dalam pencegahan jangka panjang karena mereka berada dalam fase pembentukan keluarga baru.
Materi edukasi mencakup risiko penularan HIV, cara pencegahan, serta pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Langkah ini bertujuan menumbuhkan kesadaran sejak awal pernikahan.
“Masyarakat perlu paham bahwa HIV bukan vonis mati. Dengan pengobatan yang tepat, penderita bisa hidup normal dan produktif,” ujar Ivan.
Hilangkan Stigma, Perluas Tes: Kunci Redam Penularan
Ivan kembali menekankan bahwa keberhasilan penanggulangan HIV di Kaltim sangat bergantung pada dua hal: hilangnya stigma dan masifnya deteksi dini.
Stigma membuat masyarakat enggan memeriksakan diri, sementara deteksi dini memberi kesempatan untuk mendapatkan terapi secepat mungkin.
“Dengan tidak ada stigma, yang sakit kita obati, yang sehat kita cegah. Deteksi dini dan edukasi adalah kunci agar masyarakat lebih sadar dan terlindungi,” pungkasnya.
(Redaksi)