IMG-LOGO
Home Regional Kondisi Geografis Jadi Penentu Persoalan Banjir, Pakar Tata Kota Sebut Perlu Kesadaran Masyarakat
regional | umum

Kondisi Geografis Jadi Penentu Persoalan Banjir, Pakar Tata Kota Sebut Perlu Kesadaran Masyarakat

oleh Alamin - 01 Juni 2025 00:01 WITA

Kondisi Geografis Jadi Penentu Persoalan Banjir, Pakar Tata Kota Sebut Perlu Kesadaran Masyarakat

Pakar tata kota, Dr. Warsilan menyoroti permasalahan banjir di Samarinda yang masih menjadi momok bagi warga saat hujan deras turun.Pengajar S 2 Ilmu...

IMG
Dr Warsilan Pakar Tata Kota yang menyebut bencana banjir terjadi karena banyak faktor, mulai dari geografis hingga kesadaran masyarakat perkotaan tentang lingkungan/ist

POPNEWS.ID - Pakar tata kota, Dr. Warsilan menyoroti permasalahan banjir di Samarinda yang masih menjadi momok bagi warga saat hujan deras turun.


Pengajar S 2 Ilmu Lingkungan di Universitas Mulawarman ini, menekankan bahwa penyelesaian persoalan banjir di Samarinda memerlukan pemahaman yang komprehensif tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya.


Termasuk faktor geografis seperti lokasi Samarinda, topografi wilayah, sungai, dan drainase dan kebijakan pemerintah yang meliputi perencanaan tata ruang, infrastruktur, dan pengelolaan lingkungan.


Dalam penjelasannya, Dr Warsilan menyebut kalau daratan Kota Tepian itu hampir sejajar dengan permukaan Sungai Mahakam.


Kondisi itu bahkan sudah terjadi sejak dahulu kala, bahkan banyak pakar sejarah yang telah memvalidasi hal tersebut.


"Sehingga pasang surut air laut itu menjadi faktor utama lainnya. Air tidak akan menggenang (di Samarinda) kalau air laut sedang surut. Tapi kalau sedang pasang, maka beresiko terjadinya genangan air (banjir di Kota Samarinda), ditambah dengan curah hujan tinggi," jelas Dr Warsilan, Sabtu (31/5/2025).


Berbeda hal jika membandingkan Samarinda dengan Balikpapan.


"Kalau Balikpapan itu daratannya di atas (permukaan laut), jadi kalau hujan (deras) air itu lebih cepat mengalirnya," tambahnya.


Kendati geografis menjadi hal penting, namun Dr Warsilan juga tak mengabaikan faktor lainnya. Seperti kerusakan lingkungan, tata kelola ruang perkotaan, infrastruktur drainase yang terintegrasi dan kesadaran masyarakat akan lingkungan.


Kesemua faktor itu dinilai Dr Warsilan menjadi kombinasi maut yang membuat Samarinda sulit terlepas dari persoalan klasik. Banjir yang selalu terjadi saat hujan dan pasangan air Sungai Mahakam.


"Banjir diakibatkan pemanfatan karena pertambahan jumlah penduduk. Ditambah dengan maraknya industri pertambangan, pembangunan perumahan, pelemahan fungsi hutan, dan kesadaran masyarakat tentang lingkungan. Seperti tidak membuang sampah sembarang," paparnya.


Untuk mengatasi kombinasi kekacauan yang ada, peran pemerintah tentu menjadi kunci utama.


Semisal mengatur tata kelola pembangunan, pengembalian fungsi hutan, memberantas aktivitas tambang ilegal, pembangunan infrastruktur yang terintegrasi hingga mendisiplinkan kebiasaan buruk masyarakat tentang buang sampah dan menjaga lingkungan sekitar.


"Tinggal komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat. Kalau khusus infrastruktur peningkatan drainase sudah mulai dan sejauh ini baik dan ada hasil, meski belum tuntas. Tata ruang itu harus terkendali. Harus sesuai. Jangan diganggu. Itu utama kalau konsisten bisa terkendali," tekan Dr Warsilan menjawab penyelesaian bencana banjir di Samarinda.


Penyelesaian banjir bukan serta-merta menghilangkan fenomena alam tersebut. Sebab sejatinya, sejak dahulu peristiwa banjir selalu menjadi fenomena tahunan bagi permukiman masyarakat di sepanjang bentang Sungai Mahakam.


Dalam pengertiannya, Dr Warsilan menyebut kalau pengentasan banjir ialah memanejemen genangan air.


Sehingga saat terjadi hujan deras, dan air pasangan, banjir tidak menggenang lama yang berdampak buruk pada kehidupan masyarakat maupun terganggunya perputaran ekonomi masyarakat.


"Penanganan ini harus dilakukan multisektor, mulai dari pemerintah kota, provinsi hingga ke kementerian. Bahkan partisipasi masyarakat juga memiliki peran penting," pungkasnya. (*)

Berita terkait