"Kan rumusnya jelas ada indirect cost yang didapatkan dari setoran awal itu kan Rp 25 juta, kalau umpama dia menabung 20 tahun atau 30 tahun berarti kan uang itu mengendap 30 tahun, harusnya kan sudah dapat keuntungan," katanya.
"Tapi kan faktanya 70 persen keuntungan pengelolaan dana haji diambil pemerintah untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan SUKUK yang keuntungannya hanya 5 persen, sedangkan inflasi saja angkanya sudah di 5,4 persen, ya jadinya keuntungan yang harusnya untuk jamaah ya ludes," katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebenarnya tanda-tanda awal masalah itu sudah diperingatkan oleh KPK pada (5/1/2023) dalam acara monitoring dan audiensi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Gedung merah putih.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda itu berharap kedepan BPKH dan Kementerian Agama lebih berhati-hati mengelola dana Haji umat dan mau mendengar saran dari berbagai pihak.
Karena ia tidak ingin pada akhirnya BPKH menjadi perusahaan yang tidak punya modal sama sekali dan semua akhirnya ditanggungkan kepada jamaah. (*)