Di Mes Aynak, sebuah kota Buddha berusia 2.000 tahun “duduk tidak nyaman” di atas mesin ekonomi potensial.
Sejarah modern Afghanistan yang penuh gejolak menghalangi penjelajahan arkeologi dan pengembangan tambang.
Ditemukan pada 1960-an oleh ahli geologi Perancis, situs itu diyakini sebagai perhentian penting di sepanjang Jalur Sutra sejak abad awal Masehi. Setelah invasi Soviet pada akhir 1970-an, Rusia menggali terowongan untuk menyelidiki deposit tembaga; lubang bor yang luas masih terlihat.
Ini kemudian digunakan sebagai tempat persembunyian Al-Qaeda, dan setidaknya dibom sekali oleh AS pada 2001.
Para penjarah kemudian menjarah banyak barang antik dari situs tersebut.
Namun, para arkeolog yang datang pada 2004 berhasil melakukan penggalian sebagian, mengungkap sisa-sisa kompleks yang luas, termasuk empat biara, bengkel tembaga kuno, dan sebuah benteng.
Menjadi jelas bahwa daerah itu dulunya merupakan permukiman Buddha utama, persimpangan jalan bagi para pedagang yang datang dari barat, dan peziarah dari jauh, bahkan China.
Yang mengejutkan para teknokrat non-Taliban di kementeriannya sendiri, Dilawar berkomitmen untuk menyelamatkan situs tersebut.
Kepada direktur MCC di Beijing bahwa itu adalah bagian penting dari sejarah Afghanistan, menurut dua pejabat yang hadir dalam satu pertemuan virtual.
Dia menolak skema penambangan terbuka yang akan meruntuhkan situs sepenuhnya.
Pilihan alternatif penambangan bawah tanah dinilai terlalu mahal oleh MCC.
Kementerian Kebudayaan Afghanistan ditugaskan untuk mempresentasikan rencana pemindahan relik, kemungkinan besar ke Museum Kabul.
“Kami telah mentransfer beberapa (artefak) ke ibu kota, dan kami sedang berupaya untuk mentransfer sisanya, sehingga pekerjaan penambangan dapat dimulai,” kata Dilawar kepada AP dilansir Minggu (27/3/2022). (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS