Lailah mengungkapkan ketimpangan itu terjadi karena pengusaha enggan memperpanjang izin yang harus diperbarui setiap tahunnya.
Tidak sampai di situ, ia mengungkapkan bahwa Dinas PUPR juga terkendala dalam hal pembongkaran reklame yang ditertibkan.
"Bando 51 titik, 23 titik sudah dibongkar, pembongkaran juga jadi masalah, tidak mudah membongkar itu," jelasnya.
Sementara, kata Laila, Dinas PUPR tidak ada anggaran untuk pembongkaran itu sehingga ini juga seakan menemui kebuntuan.
Karena pengusaha selalu menunda pembongkaran dan tetap memfungsikan reklamenya.
Sehingga, ia menyarankan agar dalam hal perizinan reklame, dimasukkan item tentang perawatan atau asuransi untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan jika sewaktu-waktu terjadi kerobohan reklame, terutama yang berbentuk bando.
"Supaya nggak dorong-dorongan, PUPR diminta nggak punya anggaran, saat Wajib Pajak (WP) ini disuruh bongkar, mereka cuma iya iya aja," pungkasnya. (advertorial)