"Tinggal melakukan penutupan void galian maka otomatis terbebas dari jerat pidana. Seharusnya hukum yang ada itu mengedepankan asas premium remidium yang mengedepankan tindak pidana. Karena pertambangan ini tentu berdampak sangat panjang dan menyengsarakan rakyat, oleh karena itu harus mengedepankan (asas) premium remedium," ujar mantan legislator Karang Paci ini tandas.
Persoalan dalam penegakan hukum di sektor pertambangan juga berkaitan dengan jumlah inspektur pertambangan. Andi Harun menyatakan agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) harus menambah para inspektur pertambangan.
"Penambahan inspektur tambang itu penting. Tapi yang tidak kalah penting adalah keseriusan semua pihak meminimalisir dan bekerja sama menekan laju illegal mining," ujar Andi Harun.
Akademisi Hukum Unmul, Haris Retno, yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut, menanggapi beberapa pernyataan Andi Harun. Haris Retno menyatakan, tindakan dan langkah konkret Pemkot Samarinda menutup dua konsesi yang diduga ilegal di Kota Tepian, layak mendapatkan apresiasi.
Namun, menurut Haris Retno, langkah Pemkot Samarinda melakukan penutupan dua konsesi tambang batubara itu belumlah cukup. Pasalnya, menurut Haris Retno, dari data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, puluhan konsesi pertambangan masih memerlukan upaya serius dari pemerintah.
"Karena menurut data dari LSM Jatam, sedikitnya ada 20 konsesi pertambangan di Samarinda yang membutuhkan langkah serius pemerintah daerah," ujar Haris Retno.
Meski begitu, Haris Retno mengakui bahwa pengambilalihan kewenangan pertambangan oleh pemerintah pusat menjadi kesulitan daerah. Akan tetapi, Retno menegaskan jika hal tersebut tidak boleh menjadi dalil pembenaran jika pemerintah daerah membiarkan begitu saja keselamatan rakyat.
"Masyarakat pun dengan tegas menolak. Tapi apa, yang didapat justru ancaman dan intimidasi dari para pelaku illegal mining. Kewenangan ditarik ke pusat jangan menjadi dalih tidak melindungi masyarakatnya. Pun demikian dengan pemerintah pusat. Keselamatan rakyat itu urusan wajib. Ini hanya soal kemauan pemerintah hadir bersama rakyat dan ini harus menjadi catatan pemerintah," ujar Haris Retno. (Red)