Karena sebagian besar sumber menarik perhatian ke Gunung Ararat dan sekitarnya, maka daerah tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk wisata religi.
"Secara khusus, ada minat yang tumbuh dari negara-negara Eropa dan Amerika.
Orang Eropa telah memulai studi pertama di bidang ini ketika Johann Jacob Friedrich Wilhelm Parrot mendaki Gunung Ararat untuk mencari sisa-sisa Bahtera Nuh pada tahun 1829," ujarnya.
Lalu pada tahun 2008, sekelompok peneliti dari Hong Kong pergi ke Gunung Ararat.
Mereka menemukan sebuah gua dengan beberapa kayu yang mereka klaim milik Bahtera Nuh.
Tentu saja, apakah kayu yang mereka temukan itu benar merupakan bagian Bahtera Nuh masih menjadi kontroversi.
Namun, menurut para peneliti, mereka berhasil menemukan beberapa petunjuk.
Di Hong Kong, mereka kemudian membangun Museum Bahtera Nuh yang dikunjungi lebih dari 7 juta pengunjung.
"Dalam istilah ekonomi, mereka menerapkan wisata religi di sana. Ağrı, yang merupakan salah satu daerah terbelakang di Turki, memiliki potensi serius dalam hal itu.
Tujuan kami, sebagai universitas, adalah jika kami dapat mengungkapkan ini dan mengubah tempat ini menjadi pusat wisata religi, kami berpikir bahwa ekonomi Ağrı dan negara kami akan dihidupkan kembali secara serius," tambahnya. (*)