Meski begitu, jumlah tersebut dinilai belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan riset di wilayah ini, terutama di bidang-bidang tertentu seperti antropologi, sosiologi, dan arkeologi.
“Kami masih membutuhkan tambahan sekitar 26 periset lagi untuk memenuhi kebutuhan riset di tingkat provinsi. Di kabupaten dan kota, kondisinya bahkan lebih kritis. Ada beberapa daerah yang sama sekali tidak memiliki periset di Badan Riset dan Inovasi Daerah ,” ungkapnya.
Keterbatasan jumlah periset yang ahli di bidang-bidang tertentu, seperti arkeologi, antropologi, dan sosiologi, membuat pemerintah daerah mengupayakan kolaborasi.
Salah satu solusi yang ditempuh adalah bekerja sama dengan perguruan tinggi dan dosen-dosen di Kaltim.
Bila tetap tidak terpenuhi, akan dilakukan upaya pencarian periset dari luar daerah melalui kerja sama dengan lembaga lain.
Kekurangan periset menjadi tantangan utama dalam pengembangan riset di Kaltim, sehingga kolaborasi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar wilayah, menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini. (*)