Minggu, 24 November 2024

Kasus IKN Tempat Jin Buang Anak Disidangkan, Berkas Tuntutan Edy Mulyadi Setebal Bantal

Rabu, 11 Mei 2022 19:29

Edy Mulyadi penuhi panggilan polisi, Senin (31/1/2022). (Foto: ist)

Ujarannya itu, juga bukan dimaksudkan atau ditujukan kepada kelompok suku di Kalimantan atau kepada seseorang siapapun," jelas Juju.

Adapun beberapa konten video yang diunggah Edy Mulyadi antara lain 'Tolak Pindah Ibukota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat', 'Indonesia Dijarah Rakyat Dipaksa Pasrah. Bersuara Risiko Penjara', dan 'Cuma Bancakan Oligarki, Koalisi Masyarakat Kaltim Tolah Pemindahan IKN'.

"Salah satu transkrip atau konten yang didakwakan dengan narasi: "punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke 'tempat jin buang anak' dan kalau pasarnya 'kuntilanak genderuwo' ngapain gue bangun di sana"," kata Juju.

Dalam dakwaan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa konten Edy tidak memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik karena tidak akurat, tidak berimbang, menghakimi, melanggar asas praduga tidak bersalah, dan punya iktikad buruk.

JPU juga beralasan terdakwa pada saat konferensi pers bertindak sebagai narasumber sekaligus pemilik aku YouTube 'Bang Edy Channel' adalah bukan dalam kapasitas profesi wartawan.


Konten Edy dinilai hanya opini sepihak tanpa keberimbangan pihak lainnya, melainkan kebohongan belaka, penghinaan, pencemaran nama baik, dan membangkitkan permusuhan atau kebencian, serta melanggar asas praduga tidak bersalah.

JPU juga menyebutkan konten Edy bukan proses jurnalistik juga bukan suatu produk jurnalistik tetapi 'gerakan politik'."

"Jika narasi atau ujaran Edy adalah 'gerakan politik' seperti didakwakan JPU, maka bisa kita katakan JPU juga sudah turut membenarkan bahwa dakwaanya juga kental dengan unsur (nuansa) politik, bukan unsur hukum materil 'ansich'," tutur Juju.

Namun, Juju berkeyakinan bahwa ucapan Edy Mulyadi adalah sebagai insan pers yang dilindungi oleh UU tentang Pers No. 40 Tahun 1999. Juju beranggapan kliennya tidak layak untuk diadili.

"Oleh karenanya, Edy tidak layak untuk diadili, yang berpotensi menjadi peradilan yang tidak adil. Kasus tersebut jangan sampai menjadi 'peradilan sesat', menjadi preseden buruk di negeri yang katanya berdasar hukum (rechts staat), jika seseorang menyampaikan opininya di muka umum, dengan mudahnya diseret ke masalah hukum," ungkapnya.

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
POPentertainment