Bendahara negara ini merinci, susutnya utang terjadi lantaran penerbitan SBN dan pinjaman neto berkurang.
Tercatat, penerbitan SBN susut sebesar Rp 60,4 persen dari Rp 337,2 triliun pada Maret 2021 menjadi Rp 133,6 triliun.
Porsi penerbitan ini sebesar 13,5 persen dari target Rp 991,3 triliun.
Sementara itu, pinjaman neto terealisasi Rp 16 triliun.
Beda APBN Indonesia dengan Sri Lanka
Sri Mulyani menyebut kondisi APBN Indonesia berbeda dengan Sri Lanka yang sudah gagal bayar utang luar negeri.
"Dalam hal ini kita melihat kondisi APBN Indonesia jauh sangat berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh negara seperti Sri Lanka.
Oleh karena itu, kita akan tetap menjaga secara hati-hati," ungkap dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, susutnya penarikan utang terjadi karena adanya penyesuaian strategi antisipasi pasar keuangan yang masih fluktuatif dan kondisi kas yang masih cukup.
Tingkat inflasi dunia, kondisi geopolitik Rusia-Ukraina, dan aliran modal asing yang keluar karena normalisasi kebijakan moneter menambah risiko di pasar keuangan.