Seakan pilpres hanya iseng-iseng berhadiah karena di ujung permainan semua menyatu dalam koalisi. Ini jahat bagi rakyat,” katanya.
Adi yang juga Direktur Parameter Politik Indonesia mengatakan, mestinya yang kalah biarkan jadi oposisi. “Hukum dia agar tak menikmati manisnya kekuasaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Adi Prayitno, ketika Surya Paloh bertemu dengan Presiden Jokowi, maka momen itu menimbulkan tafsiran kalau Partai NasDem telah mengakui Prabowo-Gibran sebagai calon terpilih Pilpres 2024.
“Jadi, ketika Surya Paloh bertemu dengan Presiden Jokowi, itu harus dibaca dalam konteks politik seakan-akan Nasdem salah satu pengusung Anies Baswedan sudah lempar handuk mengakui kemenangan Prabowo-Gibran,” ujar Adi Prayitno yang juga dosen di UIN Syarif Hidayatullah ini.
Ia bahkan menyebutkan bahwa pertemuan antara kedua sosok itu merupakan peluang rekonsiliasi politik. Apalagi, tradisi politik di Indonesia senantiasa menerapkan rekonsiliasi yang merangkul pihak kalah.
“Sangat mungkin juga bahwa pertemuan keduanya ini sangat terkait dengan soal kemungkinan Nasdem akan bekongsi dengan kubu Prabowo dan Gibran,” ucap Adi.
Menurut Adi, Jokowi juga merupakan salah satu kunci kemenangan Prabowo-Gibran.
Hal ini yang membuat Surya Paloh menemui ayah dari Gibran Rakabuming Raka itu. (*)