Jumat, 20 September 2024

Berita Internasional Terkini

Penangkapan Kera Secara Brutal Disorot Media Asing, Disebut Kejadian di Indonesia

Sabtu, 29 Januari 2022 17:4

Penangkapan kera secara brutal yang menjadi sorotan media internasional (Foto: capture Instagram)

POPNEWS.ID - Penangkapan kera secara brutal disorot media asing.

Penangkapan kera secara brutal itu disebut terjadi di Indonesia dan direkam dengan jelas.

Video rekaman penangkapan kera secara brutal itu diunggah di sebuah akun Instagram Action for Primates, Kamis (27/1/2022).

Tampak dalam video itu seorang pria menggenggam kepala seekor kera.

Kemudian dari tayangan lain di video itu tampak carap penangkapan kera dengan brutal menggunakan jaring.

Setelah tertangkap, kera tersebut diinjak pada bagian leher dan kepala.

Tak lama, kera-kera itu kemudian dikurung dalam sebuah kandang.

Dalam keterangan resmi yang diunggah Action for Primates di laman actionforprimates.org, dijelaskan bahwa kejadian itu berlangsung 25 Januari 2022.

Karena itu, Action for Primates mendesak Indonesia untuk menghentikan penangkapan dan ekspor kera yang kejam untuk eksperimen.

Rekaman penangkapan kera itu dinilai mengerikan karena mengungkapkan kekejaman dan penderitaan yang dilakukan pada monyet liar di Indonesia.

"(Kera-kera itu) ditangkap untuk diekspor ke luar negeri untuk penelitian dan pengujian toksisitas (keracunan), atau pengembangbiakan oleh perusahaan yang mengekspor monyet ke laboratorium di China dan Amerika Serikat," demikian laporan Action for Primates yang dibaca PopNewsID Sabtu, (29/1/2022).

Sarah Kite, pendiri Action for Primates, sampaikan bahwa rekaman menyedihkan itu menjadi bukti mengejutkan dari kebrutalan dan ketidakmanusiawian yang dialami hewan-hewan ini atas nama penelitian.

"Dimulainya kembali penangkapan dan ekspor kera ekor panjang oleh Indonesia merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan, terutama pada saat ada kekhawatiran global yang meluas dan kecaman atas penangkapan primata liar non-manusia. Action for Primates mendesak pemerintah Indonesia untuk menghentikan kekejaman ini dan melindungi populasi kera ekor panjang," kata Sarah Kite.

Pihak Action for Primates juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia dan mendesak pemerintah AS mengambil sikap melawan kekejaman ini dengan melarang semua monyet yang diimpor dari Indonesia.

Dalam laporan Action for Primates, diketahui pada tahun 2021, pemerintah Indonesia telah lanjutkan izin penangkapan dan ekspor kera ekor panjang liar.

Izin itu tidak mendukung kekhawatiran global yang meluas tentang:

1. sifat tidak manusiawi yang melekat dalam menjebak monyet liar dan

2. meningkatnya kesadaran akan kerentanan status konservasi spesies ini

3. perlakuan brutal dan tidak manusiawi seperti itu jelas melanggar pedoman kesejahteraan hewan internasional

Ratusan kera liar itu lalu ditangkap, dicabut dari habitat aslinya, keluarga, dan kelompok sosialnya.

Kera-kera itu terperangkap di dalam jaring besar dan ditarik paksa dengan tangan.

Kera liar itu lalu diseret keluar dan membuat mereka rentan cedera tulang belakang.

Dalam adegan lainnya, kera dijepit ke tanah oleh kaki penjebak.

Sementara anggota badan bagian depan kera itu ditarik ke belakang dengan cara yang mungkin mengakibatkan dislokasi dan patah tulang.

Mereka lalu dimasukkan lebih dulu ke dalam karung atau dijejalkan ke dalam peti kayu bersama orang lain.

Komentar datang dari Nedim C Buyukmihci, VMD, University of California.

Dia menyatakan bahwa menangkap primata non-manusia dari alam tidak diragukan lagi terkait dengan penderitaan yang substansial.

"Penanganan dan perlakuan monyet seperti yang terlihat dalam rekaman video itu brutal dan tidak manusiawi, dan jelas melanggar pedoman kesejahteraan hewan internasional. Kekejaman seperti itu-pemukulan dan pembunuhan pejantan alfa, memindahkan bayi dari induknya, menyeret monyet dengan ekornya yang tidak dapat memegang dan menarik kaki depan dengan paksa ke belakang sehingga dislokasi dan patah tulang dapat terjadi – tidak boleh ditoleransi," ujar Nedim C Buyukmihci.

Nedim C Buyukmihci juga sampaikan bahwa cara menjebak kera tidak harus menjebak monyet liar.

"Saya mendesak praktisi kesejahteraan hewan lainnya untuk menentang keras otoritas Indonesia dan badan internasional," kata Nedim C Buyukmihci.

Monyet yang diekspor dari Indonesia sebagian besar ditujukan untuk laboratorium di Amerika Serikat dan China.

Data ekspor yang disampaikan Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2020, Indonesia mengekspor 2.793 ekor kera ekor panjang ke China dan 120 ekor ke Amerika Serikat.

Angka ekspor untuk tahun 2021 diperkirakan akan jauh lebih besar dan termasuk kera tangkapan liar.

Kera ekor panjang adalah spesies primata non-manusia utama yang digunakan dalam uji toksisitas regulasi, yang merupakan area di mana sebagian besar primata non-manusia digunakan.

Pengujian toksisitas (atau keracunan) dilakukan untuk menilai reaksi merugikan terhadap obat (atau bahan kimia) dan biasanya melibatkan penderitaan dan kematian yang substansial.

Alasan yang biasanya diberikan oleh pihak berwenang atas penangkapan monyet tersebut adalah karena hewan tersebut berkonflik dengan warga dan petani di masyarakat setempat.

Ekspansi dan perambahan yang terus meningkat ke habitat satwa liar secara tragis mengarah pada interaksi negatif yang berpotensi dapat dihindari antara kera dan manusia.

Daripada membiarkan kera terperangkap dan diekspor untuk penelitian atau dibunuh, Action for Primates mendesak pihak berwenang untuk mengatasi masalah yang menyebabkan konflik ini, seperti penggundulan hutan dan pembuangan sisa makanan yang menyebabkan monyet tertarik ke pemukiman manusia.

Diketahui bahwa menjebak monyet tidak menyelesaikan dugaan 'konflik', terutama karena hal ini menyebabkan peningkatan reproduksi. (Redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
POPentertainment