Dari penjelasan soal itu, disebutnya akan memberi posisi hukum yang berbeda, terkait bagaimana proses perintah MA untuk melantik Hasanuddin Masud itu.
“Karena ini legal standingnya berbeda posisi hukumnya berbeda. Ketika itu perintah resmi MA, maka publik memerlukan penjelasan lanjutan, mengapa ada perintah seperti itu, sedangkan putusan pengadilan sudah jelas adanya, yang menyatakan bahwa semua surat-surat yang jadi dasar dalam SK Kemendagri, tidak berkekuatan hukum,” ucapnya,
“Ini menimbulkan kekacauan hukum, menimbulkan ketidakpastian hukum, baik kepada publik maupun yang bersangkutan, yakni Makmur HAPK dan Hasanuddin Masud,” ujarnya lagi.
Sementara, jika dalam prosesnya perintah melantik dari MA itu jika merupakan perintah atasan kepada Kepala PT, maka prosesnya justru lebih parah.
“Kalau itu perintah oknum atasan, lebih parah lagi. Sehingga kalau itu perintah oknum atasan, benar-benar patut diduga bahwa penerbitan pelaksanaan pelantikan itu, termasuk penerbitan SK itu patut diduga untuk dimintakan penyelidikan. Terhadap potensi kemungkinan adanya dugaan gratifikasi, atau setidaknya dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) sebagaimana yang diatur dalam UU Tipikor,” katanya.
“Aroma-aromanya yang ditangkap publik, ini perlu dijawab oleh pihak MA. Terutama dalam hal ini adalah PT,” ucapnya,
Kemudian, dijelaskan lagi bahwa patut disayangkan Sekretariat Dewan memfasilitasi proses pelantikan yang memakai dana APBD ini.
“Ini juga membawa konsekuensi, seharusnya pak Sekwan melakukan koordinasi kepada atasannya. Pak Gubernur sebenarnya punya sikap. Alasan bahwa ada surat Kamar Dagang dari Mahkamah Agung, ada putusan MK Nomor 31, Kedua-dua surat itu tidak ada yang menyatakan utnuk melakukan pelantikan. Kedua surat itu, hanya menyatakan bahwa pada pokoknya dapat dilakukan peresmian (pelantikan) apabila semua syarat terpenuhi,” katanya.
Lalu, dalam syarat itu, yakni adanya sengketa yang ujungnya menolak semua eksepsi Partai Golkar dan mengabulkan semua permohonan dari penggugat yakni Pak Makmur.
“Dan baik DPP Golkar, DPD Golkar dan Fraksi terbukti melakukan perbuatan hukum. Lah masa kita menghadiri sebuah peresmian yang ketiganya telah terbukti melawan hukum dan semua surat itu tidak berkekuatan hukum. Ini menjadi kekacauan hukum, dan akan menjadi konsekuensi dari proses pelantikan ini,” ucapnya mengakhiri.