POPNEWS.ID - Kabar tak sedap menerpa Prabowo Subianto jelang pemungutan suara Pilpres 2024.
Capres dengan elektabilitas tertinggi ini dikabarkan menerima fee dari rencana pembelian pesawat tempur bekas Mirage 2005 milik Qatar.
Bahkan, Komisi Antikorupsi Uni Eropa disebut tengah menyelidiki kasus tersebut.
Informasi itu pertama kali muncul dari media asing bernama Meta Nex yang memuat artikel berjudul "Indonesia Prabowo Subianto EU Corruption Investigation" pada Jumat, 9 Februari 2024.
Dalam artikel disebutkan Prabowo tengah diselidiki oleh The Group of States Against Corruption (Greco) atau Komisi Antikorupsi Uni Eropa karena diduga menerima sejumlah uang dari pembelian 12 pesawat Mirage 2000-5 dari Qatar.
Artikel itu juga mengungkapkan adanya kesepakatan dengan Qatar untuk pembelian 12 jet tempur Mirage bekas senilai US$ 792 juta atau setara sekitar Rp 12,4 triliun, atau dengan harga US$ 66 juta setiap jet.
Pesawat bekas tersebut dibeli dan dijadwalkan akan tiba pada tahun 2025.
Selanjutnya, Prabowo disebut menerima sejumlah uang dari Qatar sebagai hasil dari pembelian pesawat tersebut.
Uang tersebut diduga digunakan oleh Prabowo untuk keperluan politik terkait pencalonannya sebagai calon presiden.
Menanggapi itu, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa kabar yang menyebut Komisi Antikorupsi Uni Eropa menyoroti Prabowo Subianto atas kasus korupsi pembelian pesawat tempur Mirage, sebagai berita bohong atau hoaks.
"Jelas ini adalah hoaks dan fitnah,” kata Dahnil dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu, 10 Februari 2024.
Dahnil mengungkapkan berita tersebut juga telah ditelusuri oleh tim Tim Kampanye Nasional (TKN) dan ditemukan informasi bahwa berita tersebut disiarkan di aggregator berita Microsoft, MSN, dan diambil dari laman Meta Nex.
"Kalau kemudian diambil atau dicek di Meta Nex, berita itu tidak ada sama sekali. Jadi, dari sisi teknis dan sisi konten yang saya sebutkan tadi, ini jelas-jelas fitnah," ujarnya.
Terpisah, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Rosan Roeslani mengaku telah mengecek langsung kabar yang menyebut mengenai Prabowo Subianto menerima sejumlah uang atas pembelian pesawat Mirage 2000-5. Tapi ternyata permintaan tersebut tidak ada sama sekali.
“Saya cek langsung, baik yang di Washington DC maupun di kedutaan besar Amerika di Indonesia tidak pernah ada permintaan itu sama sekali," kata Rosan di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu, 10 Februari 2024.
Bahkan Rosan mengatakan pihak Amerika Serikat tidak pernah melakukan atensi khusus terkait hal tersebut. Rosan juga menanyakan langsung kepada The Group of States against Corruption (Greco).
"Tidak pernah ada permintaan dari pihak yang namanya Greco mengenai hal asistensi ataupun meminta kerja sama pemerintah Amerika Serikat dalam rangka hal yang dituduhkan yang namanya pembelian Mirage," tutur dia.
Sebelumnya, Prabowo telah berencana ingin membeli Mirage 2000-5. Alasannya karena pesawat milik TNI Angkatan Udara sudah tua. Mirage 2000-5 adalah jet tempur generasi keempat bermesin tunggal dari Dassault Aviation dan ditingkatkan oleh Thales Group, dua perusahaan asal Prancis.
Namun Kementerian Pertahanan menunda rencana pembelian 12 jet tempur Mirage 2000-5. Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra menjelaskan alasan pembatalan kontrak itu karena kapasitas fiskal yang terbatas.
“Rencana pembelian Mirage 2000-5 belum terjadi karena alasan keterbatasan ruang fiskal,” kata Herindra di Komplek Perkantoran Kemenhan Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin, 12 Februari 2024.
Kendati begitu, Kemhan tetap berusaha untuk mencari pesawat tempur terbaik, salah satunya pesawat tempur Rafale Dassault dari Perancis untuk menjaga wilayah udara Indonesia.
“Pembelian pesawat tempur Rafale Dassault dari Perancis, yang akan segera hadir secara bertahap ke Indonesia.
Pesawat tempur ini kami yakini dapat memperkuat sistem pertahanan udara Indonesia,” ujarnya.
Sementara Kuasa Hukum Kemhan, Hotman Paris, mengatakan tak mungkin ada korupsi atau penyuapan jika kontraknya tak jadi dilakukan. Ia mengklaim saat kontrak batal, tak sepeser pun uang negara keluar atau dirugikan.
“Tak ada uang. Kalau tak ada uang terus siapa yang nalangin suapnya? dan itu suapnya bukan sejuta dua juta dolar. Tak ada satu sen pun dari kas negara (keluar).
Jadi mana mungkin pejabat Kemhan menalangi uang suapnya,” kata Hotman. (*)