POPNEWS.ID - Penyalahgunaan senjata api terjadi di TNI.
Hal ini diungkapkan langsung Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
Bahkan, Panglima TNI akan mengambil langkah tegas menghukum prajurit yang menyalahgunakan senjata api.
Panglima TNI juga menyoroti kasus penyalahgunaan senjata api di Kodam XVII/Cendrawasih, Papua.
Di daerah itu, TNI dan Polri bekerja keras menumpas Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB yang menerot aparat dan warga sipil.
Berdasarkan data yang ada, angka tertinggi terjadi pada tahun 2022 dengan 45 kasus.
"Perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi yang terjadi di seluruh Indonesia dalam kurun waktu satu dekade yaitu mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2023 bukannya menurun malah justru naik," kata Yudo dalam keterangannya, Kamis (4/5/2023).
"Pada 5 tahun terakhir pelanggaran naik bertahap sampai puncaknya tahun 2022 terjadi 45 perkara penyalahgunaan senjata api dan munisi," imbuhnya.
Yudo juga menyoroti kasus serupa di wilayah hukum Kodam XVII/Cendrawasih.
Dia mengungkapkan jumlah penyalahgunaan senpi dan amunisi di wilayah Kodam Cendrawasih mengalami peningkatan luar biasa pada 2022.
Kenaikannya mencapai 270 persen atau satu perkara meningkat menjadi 27 perkara dibandingkan tahun sebelumnya.
Yudo mengatakan, kasus yang terjadi di Papua berdampak besar.
Pihaknya pun tak segan-segan akan menghukum prajurit yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan tersebut.
"Hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, apalagi di daerah rawan karena secara tidak langsung telah membunuh kawannya sendiri dan rakyat.
Harus diberikan hukuman yang setimpal bagi anggota TNI karena telah menjadi seorang pengkhianat bangsa," ujarnya.
Yudo menegaskan, perlu dilakukan evaluasi dari banyaknya kasus penyalahgunaan senjata api dan amunisi.
Dia menyebut, masih ada perbedaan hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan amunisi khususnya yang terjadi di daerah operasi.
"Disebutkan prajurit TNI yang menjual senjata api atau munisi kepada pihak musuh atau kepada orang yang diketahui atau patut diduga berhubungan dengan musuh oleh karenanya dapat dikenakan pasal 64 ayat 1 KUHP PM sebagai penghianat militer dan ancaman hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun," jelasnya.
Yudo berharap kasus serupa tak terulang kembali. Dia pun menegaskan prajurit yang kedapatan memperjualbelikan senjata dan amunisi akan diganjar hukuman maksimal pidana mati.
"Khusus bagi pelaku penjual senpi dan amunisi agar dijerat dengan pasal pidana berlapis dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati untuk memberikan efek jera dan laksanakan koordinasi dan komunikasi dengan baik kepada sesama aparat penegak hukum lainnya," imbuhnya. (*)