Jumat, 22 November 2024

Simak Kasus Pemerkosaan Santriwati di Bandung Yang Disoroti Voice of Baceprot

Guru Pesantren Hamili Santriwati

Minggu, 12 Desember 2021 22:17

Terdakwa pelaku pemerkosaan santriwati, Herry Wirawan

POPNEWS.ID - Dalam pertunjukannnya di beberapa kota di Eropa, band Voice of Baceprot (VoB) menyuarakan dukungannya terhadap gerakan pembelaan kaum perempuan. Mereka juga mengutuk dengan keras perilaku kekerasan seksual yang menyebabkan penderitaan kepada kaum hawa.

Satu sorotan yang disuarakan girl band asal Garut, Jawa Barat, itu antara lain tentang kasus kekerasan seksual yang terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Bandung. Kasus ini melibatkan seorang guru agama di sebuah pesantren yang melakukan kekerasan seksual terhadap 13 santriwati hingga beberapa di antaranya hamil dan melahirkan.

Dalam pernyataannya, vokalis Voice of Baceprot mengungkapkan bahwa kekerasan seksual seorang guru agama terhadap para santrinya merupakan penderitaan sesama perempuan. Firda Marsya, sang vokalis menyatakan, kiprah mereka di dunia musik juga turut memperjuangkan tempat yang aman bagi perempuan.

"Korban dari kekerasan seksual oleh guru agama mereka. Dan, delapan dari mereka hamil (melahirkan). Saya merasakan sakit mereka dan saya tahu bagaimana sulitnya menemukan tempat yang aman untuk perempuan di dunia ini. Kita berdiri di sini tak hanya untuk bermain musik, tapi juga memperjuangkan tempat yang aman untuk perempuan, di mana pun kamu berada," ujar Marsya dalam postingan TikTok @voiceofbaceprot yang dikutip Sabtu, 11 Desember 2021.

Kasus kekerasan seksual terhadap santriwati itu merupakan kasus yang baru menjadi perbincangan publik pada Desember 2021. Padahal, sejak Mei 2021, pihak kepolisian dan Pemprov Jawa Barat telah melakukan penanganan hukum dan pendampingan terhadap korban pelaku.

Korbannya adalah para santriwati berusia 14-17 tahun. Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan sejak Juni 2021. Menurut Bunda Forum Anak Daerah Jabar, Atalia Praratya, fakta korban antara lain sejumlah 20 anak diamankan. Di antaranya 13 korban dan 7 saksi.

"Usia 14-20 tahun. 9 bayi dilahirkan dari 8 santriwati. Ada yang 2 kali melahirkan. Korban berasal dari Garut, Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kota Cimahi. Semua korban dan saksi sudah mendapatkan perlindungan dari LPSK." ujar Atalia, 11 Desember 2021 kemarin.

Dari kasus tersebut, diketahui pelaku bernama Herry Wirawan (36), seorang guru sekaligus pengelola sebuah pesantren di Bandung. Perilaku bejatnya itu telah berlangsung sejak 2016 hingga terbongkar pada 2021.

Baik pemerintah maupun polisi tidak segera menyampaikan kasus ini ke ranah publik. Alasannya, mengedepankan perlindungan mental para korban.

Kini, Herry Wirawan (36), telah menjalani persidangan. Dia didakwa pidana kurungan selama 20 tahun dengan dakwaan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) juncto Pasal 76D UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang kekerasan seksual.

Terkait kasus tersebut, Pemprov Jawa Barat sebenarnya telah mengetahui dan menangani kasus tersebut sejak Mei 2021 lalu.

Bahkan, dalam keterangan tertulis pada 10 Desember 2021, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, menyatakan telah malakukan perlindungan dan pendampingan awal yang dilaksanakan oleh UPTD PPA Provinsi Jawa Barat, sejak Mei 2021.

"UPTD PPA bersama dengan POLDA Jawa barat dan LPSK RI telah melaksanakan berbagai upaya perlindungam mulai dari, pendampingan psikologis, pendampingan hukum, upaya pemenuhan hak-hak pendidikan, reunifikasi kepada keluarga berkoordinasi dengan P2TP2A Kota/Kab masing-masing, hingga upaya pelaksanaan reintegrasi sosial," demikian keterangan DP3AKB Jawa Barat.

Dalam penanganan kasus tersebut, DP3AKB dan UPTD PPA Provinsi Jawa Barat bersama dengan LPSK RI dan POLDA Jawa Barat berkomitmen melaksanakan penanganan kasus dengan mengedepankan Asas Perlindungan Anak. Terutama untuk pemenuhan hak-hak korban baik secara hukum, psikologis, sosial, dan pendidikannya.

Melalui Kementerian Agama, pemerintah juga telah mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda Antapani, Bandung. Tindakan tegas ini diambil karena pemimpinnya yang berinisial HW diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap sejumlah santri.

Selain itu, Pesantren Tahfidz Quran Almadani yang juga diasuh Herry Wirawan ini ditutup. Lembaga ini belum memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.

Dirjen Pendidikan Islam (Pendis), M Ali Ramdhani mengatakan, pemerkosaan adalah tindakan kriminal. Kemenag mendukung langkah hukum yang telah diambil kepolisian. Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang melakukan pelanggaran berat seperti ini.

"Kita telah mengambil langkah administratif, mencabut izin operasional pesantren tersebut," ujar M Ali Ramdhani di Jakarta, Jumat 10/12/2021, melalui keterangan tertulis.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengungkapkan, pihaknya sejak awal telah mengawal kasus ini, berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jawa Barat. Langkah pertama yang sudah diambil adalah menutup dan menghentikan kegiatan belajar mengajar di lembaga pesantren tersebut.

"Kemenag langsung memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing dan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan belajarnya. Dalam hal ini, Kemenag bersinergi dengan madrasah-madrasah di lingkup Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama," ujar Waryono. (Redaksi)

Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
Berita terkait
POPentertainment