Sementara itu, Anies dianggap membutuhkan PDIP untuk menjaga peluangnya kembali maju di Pilpres selanjutnya.
“Anies juga sangat berkepentingan menjaga kartu politiknya agar tetap hidup dan relevan hingga Pilpres 2029,” ujar Umam.
Namun, kerja sama antara Anies dan PDIP juga menimbulkan konsekuensi lain yakni kedua belah pihak, yakni kehilangan sejumlah konstituennya.
Sebab, Anies dan PDIP punya basis konstituen yang berbeda.
Anies merepresentasikan basis pemilih Islam dan PDIP punya basis nasionalis.
“Peleburan itu juga berpeluang pada melemahnya basis pemilih loyal masing-masing,” kata Umam.
“Baik di DKI Jakarta maupun di jaringan relawan nasional yang selama ini terkonsilidasi oleh sentimen ideologis yang kuat,” imbuh dia.
Umam pun berpandangan, kerja sama politik antara Anies dan PDIP tak akan terjadi dalam waktu dini.
Sebab, selain berisiko kehilangan basis pemilih, kedua pihak juga harus mempertimbangkan konstelasi partai politik lain dalam dinamika menjelang PIlkada Jakarta.
Menurut dia, dinamika politik itu bakal memiliki dampak untuk mengatur siapa figur yang bakal didorong untuk mengikuti Pilkada Jakarta.
Apalagi, PDIP butuh tambahan kursi DPRD DKI Jakarta dari parpol lain untuk bisa mengusung Anies.
“Artinya wacana menyatukan entitas Anies dan PDIP di Pilkada Jakarta masih terlalu dini.