Untuk palet, Harry memang banyak bermain dengan warna gelap yang seakan masih mewakili kemaskulinan. Sampai akhirnya, warna vibrant yang mencolok 'mendisrupsi' rasa tersebut.
Tak kalah luput dari perhatian juga adalah boots dengan platform dan heels yang tingginya bisa mencapai 20 cm.
Koleksi ini sekali lagi menegaskan semangat Harry Halim untuk 'menormalisasikan' pakaian tanpa gender. Siapa saja bebas menggunakan busana apapun tanpa dibatasi jenis kelamin atau orientasi seksualnya.
"Busana genderless tidak ada kaitannya dengan LGBTIQ," kata Harry saking inginnya tren busana tersebut diterima di pasar Indonesia.
Ia juga mengungkapkan keinginannya untuk berekspansi ke ranah modest wear.
Ceruk pasar yang identik dengan busana muslim ini memang sangat potensial.
Namun, Harry harus siap mengeluarkan tenaga ekstra demi meyakinkan konsumen lokal di sini yang cenderung berprinsip konservatif. (*)