"Berikutnya yang belum terjawab oleh para masing-masing paslon itu apakah mereka bisa menjamin untuk melaksanakan amanat konstitusi 20% anggaran pendidikan dari APBN/APBD? Bagaimana dengan wilayah-wilayah perbatasan yang akses tranportasi dan komunikasi saja masih sulit menjangkaunya? Sedangkang listrik dari PLN saja belum masuk," tambahnya.
Kemudian, Buyung mempertanyakan bagaimana hal itu bisa disamaratakan. Terlebih jika dibandingkan dengan daerah yang secara infrastruknya sudah memadai.
"Apakah itu sudah adil? Sekolah gratis tapi masih banyak pungutan liar dengan berbagai alasan yang menyamarkan niat dan prilaku mufakat jahat seperti sumbangan suka rela, kontribusi, pesta perpisahan, study tour, gedung, bangku, buku, praktikum, magang-PKL dan sebagainya. Inilah wajah pendidikan kita sebenarnya. Belum lagi beban para pendidik yang semakin besar dengan tuntutan kurikulum yang berubah-ubah tetapi timbal-baliknya tidak memadai," bebernya.
Selanjutnya, ada persoalan yang juga setiap tahunnya tidak pernah selesai tentang penerimaan peserta didik baru. Dan yang paling menyakitkan lagi ada strata sekolah-sekolah favorit-unggulan. Hal itu terus berulang dari setiap pilkada ke pilkada dan terbukti hasil dari pilkada belum mampu menyelesaikan akar masalah seperti menumpuk masalah yang kapan saja bisa meledak dan menyebabkan permasalahan yang lebih serius di masa akan datang.
"Tujuan-tujuan dari Ngobrol Pilkada Kalimantan Timur #NgoPi-Kaltim ini sesungguhnya sebagai ruang bagi semua orang, siapa pun baik kelompok dan tentunya juga dari penyelenggara dan pemantau pemilu, kontestan, pasangan calon serta tim suksesnya sangat terbuka partisipasinya untuk kegiatan ini. Selama ini ruang-ruang tersebut tidak dimanfaatkan secara baik oleh warganya, walau pun itu ada hany sebatas kampanye sesaat yang tidak menyentuh persoalan mendasar bagi publik terutama di Kalimantan Timur pada hal apa yang disampaikan itu sudah melekat pada kewajiban negara," pungkasnya. (*)