Senin, 13 Mei 2024

Link Youtube Mendag Muhammad Lutfi Jelaskan Krisis Minyak Goreng, Gandeng Satgas Pangan Berantas Mafia

Jumat, 18 Maret 2022 20:18

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat hadir Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Kamis (18/3/2022). Foto: capture Youtube Komisi VI DPR RI

POPNEWS.ID - Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Perdagangan RI, Kamis (17/3/2022). Rapat ini membahas harga komoditas dan kesiapan Kementerian Perdagangan dalam stabilisasi harga dan pasokan barang kebutuhan pokok jelang puasa dan lebaran.

Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade singgung klaim Kemendag terkait surplus pasokan minyak goreng di hampir seluruh wilayah di Sumatera.

Di Sumatera Utara, pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022 misalnya, pasokan minyak goreng mencapai 60 juta liter. Namun, barang itu tidak ada di pasar maupun supermarket. Legislator dapil Sumatera Barat I itu pun mengungkapkan rasa kecewanya pada rapat kerja terseut.

"Saya melihat dengan adanya Permendag Nomer 11 tahun 2022 yang bapak umumkan beberapa hari lalu, saya berpendapat pemerintah kalah dengan pengusaha. Terus terang saya kecewa sekali dengan pemerintah. Bahwa pemerintah saya anggap tidak tegas kepada pengusaha akhirnya kita kembali ke keputusan lama," jelas Andre.

Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini katakan, pemerintah bisa tegas dan jangan kalah dengan pengusaha.

“Pemerintah harus cabut HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan kelapa sawit yang tidak mengirimkan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) ke perusahaan minyak goreng. Perusahaan minyak goring pun harus dicabut izinnya kalau tidak memproduksi sesuai kepentingan rakyat,” tegas Andre.


Ucapan dukaD
i hadapan DPR, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi urai masalah kelangkaan minyak goreng.

Mendag Lutfi duga kelangkaan minyak goreng dikarenakan adanya campur tangan mafia.

Mendag Lutfi lalu meminta maaf lantaran tak bisa memberantas mafia minyak goreng lantaran terbentur birokrasi. Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tidak kuat untuk memberantas mafia-mafia tersebut.

Kemendag tidak bisa kerja sendiri lawan mafia dan spekulan minyak goreng. Pihaknya lalu memberikan data adanya penyelewengan kepada Polri dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan.

"Tidak bisa saya menangkap orang-orang ini berbasiskan dengan apa yang saya punya. Jadi kalau saya musti (pakai aturan) policy ini, musti menghadapi penjahat yang nakal, itu di luar kewenangan Kementerian Perdagangan," kata Mendag Lutfi.

Mendag juga tegaskan tidak akan kalah dengan pengusaha minyak sawit atau CPO dalam mengatur permasalahan minyak goreng. Pengusaha CPO dipaksa membayar pungutan dan bea ekspor produk tersebut sekitar USD675 per metrik ton atau naik USD300 per metrik ton.

Sementara untuk batas atas dana pungutan ekspor menjadi USD1.500 per ton. Untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD50 per MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD20 per MT. Dana tersebut akan disetor ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Kalau ditanya apakah kita kalah dengan pengusaha? Tidak, tidak sama sekali. Kita tidak menyerah dengan pengusaha," ujarnya saat Rapat Kerja Komisi VI DPR secara virtual, dilihat PopNewsID di kanal Komisi VI DPR RI, Jumat, 18 Maret 2022.

Mendag lalu sebutkan bahwa perusahaan CPO kerap abaikan kewajiban memenuhi pasokan dalam negeri, atau Domestic Market Obligation (DMO) untuk produk minyak sawit mentah sebesar 30 persen. Sehingga, kebijakan itu dicabut.


"Sekarang kita minta (pengusaha) USD9 miliar (setor ke BPDPKS) untuk kesejahteraan kita. Jadi tidak ada yang kita kalah dengan pengusaha. Saya jamin saya tidak bisa diatur oleh pengusaha," ucapnya.

Di satu sisi, Mendag mengaku salah dengan tidak cermat mengantisipasi kenaikan minyak mentah akibat konflik Rusia dengan Ukraina. Hal itu berdampak pada lonjakan harga komoditas yang berpengaruh kepada harga pangan dalam negeri.

Harga komoditas batu bara dari USD180 per ton meloncat menjadi USD430 per ton. Lalu, harga minyak mentah dari USD60 per barel sempat melonjak ke level USD139 per barel.

"Saya katakan kesalahan saya tidak bisa memprediksi perang yang membuat harga-harga loncat. Saya akui tidak melihat kaca spion harga komoditas naik luar biasa karena Rusia-Ukraina," pungkasnya. (Redaksi)

Ikuti informasi Popnews.id lainnya di GOOGLE NEWS dan Youtube.


Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
POPentertainment