Banyak berita yang berisi informasi bohong atau hoaks, ujaran kebencian, serta kampanye hitam mengandung radikalisme akan tumbuh subur sampai kapan pun.
Penyebaran berita jenis tersebut didukung dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Tetapi ibarat dua sisi mata pisau yang memiliki dampak informasi yang cepat.
Di satu sisi memungkinkan penggunanya memiliki peningkatan kapasitas pengetahuan serta wawasan.
Di sisi yang lain memiliki dampak negatif akibat kurangnya klarifikasi atas informasi yang mudah diterima.
Hoaks, ujaran kebencian, hingga kampanye hitam radikal bisa muncul kapan pun, kepada siapapun tanpa mengenal batasan usia maupun lingkungan sosial dan tak jarang pula berita tersebut memunculkan sikap intoleran.
Pemerintah melalui berbagai cara dan upaya terus berusaha memberantas informasi hoaks serta sikap radikalisme dan intoleransi yang muncul di tengah masyarakat.
Mulai dari menyusun regulasi disertai ancaman sanksi pidana bagi para penyebar berita hoaks hingga program literasi digital yang mencakup program edukasi dan diseminasi informasi terkait penggunaan internet di seluruh Indonesia.
Namun, pemerintah tidak mampu bergerak sendiri untuk mengurangi konten disinformasi. Karena itu, peran aktif masyarakat seperti Komunitas Malidi sangat dibutuhkan.
"Kominfo siap bekerja sama dengan siapa pun, menggandeng komunitas mana saja untuk menjadikan mereka sebagai garda terdepan literasi kepada masyarakat dalam rangka mengampanyekan tangkal hoaks," kata Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Teguh Arifiadi di Bekasi, Selasa (25/1/2022) petang.
Beberapa komunitas di tanah air seperti Mafindo, Cyber Kreasi, Komunitas Ciber Hoax, Jurnalis Kaltim Antihoaks, serta komunitas lain sejenis sejauh ini telah berupaya optimal melakukan kampanye lawan berita hoaks. (Redaksi)