POPNEWS.ID - Isu kenaikan BBM jenis Pertamax kini jadi sorotan publik.
Pasalnya, kenaikan harga Pertamax dinilai terlalu tinggi.
Dari sekitar Rp 9 ribu, dan disebut-sebut bakal menjadi Rp 16 ribu.
Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan pemerintah telah menetapkan Pertalite sebagai BBM subsidi.
Namun tidak akan menjadikan Pertamax sebagai BBM bersubsidi.
Sementara Pertamax sebagai bahan bakar yang mengikuti mekanisme pasar atau harga keekonomian secara global.
"Pemerintah sudah memutuskan Pertalite dijadikan subsidi, Pertamax tidak.
Jadi kalau Pertamax naik mohon maaf," ungkap Erick, Rabu (30/3/2022).
Rencana kenaikan harga harga bahan bakar minyak non subsidi ini mendapat lampu hijau dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham dan Komisi VI DPR RI.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menilai kenaikan harga Pertamax diperlukan karena harganya sudah jauh dari harga keekonomian dunia.
Bahkan, Arya mencatat para pengguna Pertamax adalah warga dengan latar belakang ekonomi atas atau orang-orang kaya.
Artinya, selama ini Pertamina telah mensubsidi pemakai mobil mewah.
"Selama ini Pertamina sudah subsidi nih ke para pemakai Pertamax, yang sebenarnya orang-orang kalangan atas pemakai mobil mewah.
Jadi lucu juga jika Pertamina mensubsidi mobil mewah tersebut,” ujar Arya kepada Wartawan.
Di lain sisi, Arya mengaku sejumlah pengamat sudah memberikan usulan agar harga Pertamax harus disesuaikan dengan harga keekonomian saat ini.
Pasalnya terjadi gap yang cukup tinggi.
"Kita tahu harga Pertamax sekarang Rp9.000-an. Kalau harga keekonomiannya saat ini sampai Rp16.000, yang harga sebenarnya segitu di dunia.
Memang sangat jauh. Memang saya dapat masukkan dari berbagai para pengamat dan sebagainya, bahwa memang harga Pertamax sudah jauh dari harga keekonomiannya,” ungkapnya.
Sementara itu, Komisi VI DPR memutuskan mendukung Pertamina untuk menaikan harga Pertamax.
Keputusan ini disampaikan melalui kesimpulan rapat dengar pendapat bersama Direksi Pertamina pada Senin (28/3/2022).
Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima menyebut dukungan DPR diperlukan.
Pasalnya, langkah penyesuaian harga bahan bakar minyak non subsidi ini mengikuti harga keekonomian minyak dunia.
Selain itu, untuk menjaga kondisi keuangan Pertamina agar tidak terkontraksi.
"Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga bahan bakar minyak non subsidi yang mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalankan penugasan pemerintah," demikian salah satu poin kesimpulan yang dibacakan Bima. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS