Kamis, 16 Mei 2024

Kabar Trending

5 Bencana Alam Super Dahysat yang Pernah Terjadi di Dunia, Indonesia Pernah Mengalaminya

Selasa, 16 April 2024 9:20

Gunung Tambora

Di Amerika, musim dingin paling ganas dan paling panjang yang pernah tercatat telah menunda penghentian Perang Revolusi Amerika karena para anggota Kongres terlambat datang ke Annapolis untuk memberikan suara pada Perjanjian Paris.

Kelaparan dan penyakit menyebar di seluruh Eropa, dan pemulihannya baru kira-kira satu dekade kemudian. Ketika diberi tahu bahwa rakyatnya kelaparan dan tak punya makanan, Marie Antoinette diduga melontarkan ucapannya yang terkenal, "Qu'ils mangent de la brioche" -- biarkan mereka makan kue.

Prancis sudah babak belur setelah Perang Tujuh Tahun. Kemudian, Perang Saudara Amerika menyebabkan mereka jatuh dalam utang yang dalam. Bangkitlah keresahan sosial dan prakarsa pajak yang tidak populer.

Kelaparan akibat letusan Laki, berbarengan dengan pajak yang tidak populer dan dampak Pencerahan, menjadi pendorong terjadinya Revolusi Prancis.

Salah satu kejadian penting dalam sejarah manusia sebagian disebabkan oleh bencana vulkanik di Islandia. Bencana itu memicu berkurangnya monarki absolut secara global dan menggantinya dengan republik dan demokrasi liberal.

Hal itu juga menjadi inspirasi bagi gagasan-gagasan liberal dan radikal yang mengakibatkan tekanan kepada sistem feodal, emansipasi perorangan, dan pembagian lebih besar terhadap tanah, penghapusan hak istimewa keturunan ningrat, dan lahirnya kesetaraan.

Pada akhirnya, semua itu mengarah kepada penyebaran liberalisme, radikalisme, nasionalisme, sosialisme, kapitalisme, feminisme, dan sekularisme.

5. Letusan Gunung Tambora (1815)

Letusan Gunung Tambora pada 1815 merupakan letusan terbesar dalam sejarah modern, dengan VEI tingkat 7. Dampak dahsyatnya terasa ke seluruh dunia, misalnya keberadaan "tahun tanpa musim panas."

Letusan itu juga menjadi denyut terakhir dalam Zaman Es Kecil, yang ditandai dengan peningkatan vulkanisme, pengurangan kegiatan matahari, dan berkurangnya interaksi manusia dengan iklim.

Ada 3 denyut penting selama masa itu. Letusan Kuwae menjadi yang ke-2 hingga menambah ketidakstabilan iklim. Dari 1808 hingga 1815, ada beberapa letusan vulkanik dan letusan Tambora menjadi yang terkuat.

Ada suatu letusan misterius berkekuatan 6 VEI pada 1808 – 1809, lalu La Soufriere (Saint Vincent) pada 1812, letusan Gunung Awu (Indonesia) pada 1812, letusan Suwanosejima (Jepang) pada 1813 dan letusan Gunung Mayon (Filipina) pada 1814. Dengan demikian, dekade 1810-an menjadi yang terdingin selama 500 tahun terakhir.

Awan abu semburan Tambora menghalangi radiasi matahari sehingga iklim membeku dan menggagalkan panen sebagaimana dicatat di Eropal Amerika, dan China.

Harga-harga meningkat 4 kali lipat dari tahun sebelumnya sehingga menimbulkan kerusuhan dan kekacauan masyarakat di seluruh Eropa. Badai, banjir, dan kebekuan yang tidak normal juga melanda banyak bagian dunia.

Dampaknya sangat terasa di Eropa, sehingga melahirkan banyak kebijakan dan hak kemasyarakatan sesudahnya. Beberapa tahun sesudah bencana, terjadi peningkatan luar biasa penyakit tifus dan kolera di Eropa dan India.

Secara budaya, lukisan-lukisan J. M. W. Turner menggambarkan langit yang merah sebagai pemandangan luar biasa terbenamnya matahari. Kurangnya pakan ternak mungkin memicu Karl Drais menciptakan velocipede yang menjadi cikal bakal alat angkutan mekanis.

Letusan-letusan itu juga mungkin telah memicu pemukiman di jantung daratan Amerika. Para pemukim pindah dari New England karena panen yang gagal. Mungkin juga ini menjadi penyebab awal gerakan anti-perbudakan.

Pupuk mineral diciptakan sebagai akibat langsung kelaparan di seluruh dunia. Justus Freiherr von Liebig, seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman, mengingat masa kecilnya yang dilanda kelaparan. Ia kemudian dikenal sebagai "bapak pupuk modern." (*)

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
POPentertainment