POPNEWS.ID - Penyebab kasus stunting dinilai sangat kompleks, salah satunya faktor ekonomi dan pernikahan dini.
Hal itu diketahui saat Kecamatan Samarinda Seberang menggelar rembuk stunting tingkat kecamatan, beberapa waktu yang lalu.
Dijelaskan Sekretaris Kecamatan Samarinda Seberang Sujono, bahwa penyebab yang mendominasi stunting, karena banyaknya pernikahan dini yang pernikahannya tidak tercatat Kantor Urusan Agama (KUA).
Orang tua muda ini, sebutnya, tidak memiliki pekerjaan sehingga sulit memberikan makanan sehat kepada anaknya.
“Memang tidak akan kami ijinkan jika meminta ke kecamatan, belum lagi kondisinya memang tidak bersekolah,” jelasnya.
Sujono menyampaikan, dari 30 persen kunjungan di Posyandu ditemukan 180 anak beresiko dengan stunting.
“Terdeteksi pun kebanyakan karena anak terlanjur sakit dan dibawa ke puskesmas, selama tidak merasa sakit ya mereka akan diam saja,” ungkapnya.
Disinggung mengenai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), Kepala Puskesmas Mangkupalas drg. Rika Ratna Puspita mengungkapkan bahwa dalam memberikan intervensi terhadap anak gizi buruk anggarannya langsung kepada Puskesmasnya.
“Memang tidak ditanggung langsung oleh BPJS tapi Puskesmas harus menganggarkan langsung,” ungkapnya.
Rika menyatakan bahwa Puskesmas Mangkupalas sedang melakukan pendampingan pemberian makanan tambahan dengan F1000 atau susu khusus untuk anak stunting selama 3 bulan.
“Ketika anak mengalami gizi buruk biayanya tidak sedikit, kami saja menganggarkan Rp 1 juta per anak,” ungkapnya.
Rika menegaskan kepada orangtua dengan anak stunting bahwa pemberian makanan tambahan pun tidak akan pernah efektif ketika hanya bergantung pada itu saja, anak sangat membutuhkan makanan bergizi.
“Perlu dicatat ini ya, makanan terbaik anak itu makanan lokal jangan bergantung pada makanan tambahan,” pungkasnya. (advertorial)