POPNEWS.ID - Litbang Kompas merilis hasil survei elektabilitas peserta Pilpres 2024.
Hasilnya, elektabilitas Prabowo-Gibran mendapatkan 39,3 persen suara.
Pasangan nomor urut 1, Anies-Muhaimin meraih 16,7 persen dan pasangan nomor urut 3, Ganjar-Mahfud 15,3 persen.
Peneliti Litbang Kompas, Bambang Setiawan mengatakan, "Pasangan Prabowo-Gibran unggul di hampir semua kategori sosio-demografis responden."
Dari survei Litbang Kompas itu terlihat pemilih yang masih bimbang (undecided voters) mencapai 28,7 persen.
Bahkan pemilih yang masih bimbang ini mengalahkan elektabilitas dua pasangan Anies-Muhaimini dan Ganjar-Mahfud.
Bambang Setiawan mengatakan jumlah pemilih yang masih ragu-ragu menetapkan pilihannya kepada pasangan capres-cawapres yang mencapai angka 28,7 persen.
"Angka ini terbilang besar mengingat pemilu tinggal dua bulan lagi," tulis peneliti Litbang Kompas Bambang Setiawan
Persentase ini tak berbeda jauh dari angka massa mengambang pada pilihan terhadap capres (tanpa pasangan) yang mencapai 24,9 persen.
Angka massa mengambang pada pilihan capres itu pun melonjak signifikan dari 15,4 persen pada Agustus 2023.
"Kalangan yang termasuk ke dalam kelompok undecidedvoters ini adalah mereka yang belum punya ikatan ideologis ataupun kedekatan emosional terhadap sosok atau pasangan tertentu belum tahu siapa yang akan dipilih dan masih sangat rentan berubah pilihan," tulis Bambang.
Darimana Asalnya Undecided Voters?
Menurut survei Litbang Kompas, kebanyakan dari undecided voters adalah bekas pemilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019.
Sebagian lainnya adalah mereka yang tidak menggunakan haknya atau merahasiakan pilihannya pada pemilu lalu.
Kebanyakan mereka merupakan generasi tua dalam rentang usia 41-60 tahun yang sebagian besar masuk ke dalam generasi X.
"Pada rentang usia tersebut, jumlah mereka mencapai 44,3 persen, lebih tinggi dari persentase populasi kelompok ini yang sekitar 36 persen," kata Bambang.
Survei menangkap bahwa mayoritas atau 54,2 persen kelompok undecided voters adalah kalangan perempuan.
Selain itu, terdeteksi pula bahwa kebanyakan pemilih ragu tinggal di perdesaan dan lebih banyak berpendidikan dasar.
Kalangan Islam, terutama warga Nahdlatul Ulama, juga menjadi kelompok masyarakat yang lebih bimbang dibandingkan dengan kelompok pemeluk agama lain.
Wilayah Jawa Timur pun menjadi wilayah perebutan pengaruh di antara dua tokoh kelahiran daerah ini, yaitu Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD, derajat kebimbangan warga NU paling tinggi.
"Kelompok pemilih bimbang di atas dapat menjadi penentu, apakah pilpres akan berlangsung satu putaran atau dua putaran," tulis Litbang Kompas.
Menurut survei ini, pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, memiliki elektabilitas tertinggi sebesar 39,3 persen.
Prabowo-Gibran unggul cukup jauh dibandingkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (16,7 persen) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (15,3 persen).
Adapun survei melibatkan 1.364 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia.
Metode tersebut tersebut memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error kurang lebih 2,65 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Survei dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas.
Undecided Voters Jadi Penentu
Harian Kompas menulis tidak seperti biasanya, pemilihan presiden semakin dekat namun kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan atau undecided voters justru semakin meningkat.
Kelompok undecided voters dalam survei terdiri dari akumulasi jawaban responden yang menjawab tidak ada, tidak tahu, atau rahasia.
Pada survei November, responden yang menjawab tidak tahu terkait elektabilitas tiga calon presiden, yaitu Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, terakumulasi 24,9 persen.
Padahal, pada Juni hanya 18 persen dan pada Agustus bahkan mengecil lagi menjadi 15,4 persen.
Membesarnya kelompok ini berarti semakin banyak yang tidak mengetahui atau belum meyakini harus menjawab.
Bisa juga disebabkan kian banyak responden yang merahasiakan pilihannya karena khawatir atau takut.
Apabila kemungkinan pertama yang terjadi, tugas para kandidat dan tim kampanye untuk lebih meyakinkan pemilih bahwa pasangan capres-cawapres merekalah yang paling memberikan harapan lebih baik dan layak dipilih.
Meyakinkan undecided voters tidaklah mudah karena mereka umumnya justru pemilih yang berusia matang, kritis, dan memiliki banyak tuntutan.
Mereka ini sangat cermat memilih karena itu pula mereka menentukan pilihan di saat-saat akhir.
Debat menjadi sarana yang biasanya diandalkan mereka untuk menentukan pilihan.
Pasangan capres-cawapres yang tampil meyakinkanlah yang bisa meyakinkan mereka menjatuhkan pilihan.
Perwakilan tiga koalisi peserta pilpres tampil dalam debat bertajuk Arah dan Wajah Pasar Modal Indonesia 2024 yang diselenggarakan Kontan dan Bareksa di Jakarta, Kamis (9/11/2023) malam.
Fenomena ini sesungguhnya menggembirakan karena berarti semakin banyak pemilih yang rasional, bukan emosional, dan cermat memilih yang terbaik dari kandidat yang tersedia.
Bukan memilih atas dasar pokoknya kandidat tertentu.
Kemungkinan lain, fenomena ini muncul karena banyak yang masih sangat merahasiakan pilihannya.
Mereka merasa tidak aman.
Apabila ini yang terjadi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu lebih memastikan pemilu berjalan bebas, tidak ada intimidasi dari pihak mana pun.
Lebih berbahaya lagi ketika kelompok ini menunjukkan apatisme dengan pemilu kali ini karena merasa tidak ada pilihan yang baik atau suasana pemilu yang tidak nyaman.
Mereka memutuskan untuk tidak memilih atau tidak datang ke tempat pemungutan suara.
Apabila kondisi ini tidak bisa diatasi tentu akan mencoreng Komisi Pemilihan Umum (KPU) kali ini sebagai penyelenggara pemilu yang gagal.
Kelompok undecided voters tidak bisa diremehkan.
Mereka justru akan menjadi penentu pemilu.
Penyelenggara, terlebih peserta pemilu, yaitu para kandidat capres-cawapres ataupun partai politik sangat perlu memperhitungkannya. (*)