Kamis, 2 Mei 2024

Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia, EHFA Gelar Indonesia Mental Health Movement di Kasablanka Mall

Selasa, 25 Oktober 2022 19:30

BERFOTO - Emotional Health for All (EHFA) mengadakan Indonesia Mental Health Movement: It Starts and Ends with Us pada 29 Oktober 2022 di The Kasablanka Hall, Kota Kasablanka Mall Lantai 3/ Foto: Dok narsum

POPNEWS.ID - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan mental, Emotional Health for All (EHFA) mengadakan Indonesia Mental Health Movement: It Starts and Ends with Us pada 29 Oktober 2022 di The Kasablanka Hall, Kota Kasablanka Mall Lantai 3.

Acara ini merupakan kerja sama antara EHFA, Yayasan Kesehatan Umum Kristen (YAKKUM), dan Black Dog Institute.

EHFA dan para partner mengajak masyarakat untuk mulai sadar akan pentingnya memprioritaskan kesehatan mental dan mawas diri, karena menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.

Topik kesehatan mental sebenarnya semakin terdengar beberapa tahun ini dan membuat orang-orang mulai peduli dengan kesehatan mental. Namun, ternyata permasalahan kesehatan mental di Indonesia dinilai cukup tinggi.

Dr. Sandersan (Sandy) Onie, Project Leader & Founder EHFA dan President Indonesian Association for Suicide Prevention, menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian terbaru, ditemukan tingkat bunuh diri di Indonesia yang sebenarnya mungkin setidaknya 4 kali lipat dari angka yang dilaporkan, dan jumlah percobaan bunuh diri setidaknya 7 kali lipat dari jumlah tersebut.

”Data lainnya menunjukkan bahwa hanya terdapat 4.400 psikolog dan psikiater di Indonesia, denganjumlah populasi lebih dari 250 juta orang. Terkait dengan hal ini, jumlah tenaga kesehatan mental di Indonesia dinilai minim. Kesehatan mental tidak mengenal usia, jenis kelamin, agama, ataupun status sosial. Semua orang berhak mendapatkan akses layanan dan penanganan kesehatan mental yang tepat," ujarnya.

Mengenai penanganan masalah kesehatan mental melalui pendekatan agama, Dr. Sandersan menjelaskan bahwa ia sering menemukan kejadian diskriminasi yang didasarkan pada keyakinan yang keliru tentang agama. Contohnya, orang dianggap memiliki gangguan kesehatan mental akibat imannya kurang, mengalami kesurupan, dan stigma lainnya yang mengabaikan masalah kesehatan mental.

Halaman 
Baca berita kami lainnya di
Tag berita:
POPentertainment