
POPNEWS.ID – Lolosnya 204 tongkang batu bara ilegal di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur (Kaltim) jadi sorotan publik.
Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda dinilai tidak melakukan pengawasan secara optimal.
Terkait hal itu, Kepala KSOP Kelas I Samarinda, Mursidi, memberikan klarifikasi terkait tudingan tersebut.
Ia menegaskan, KSOP tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa asal-usul maupun legalitas batu bara yang diangkut kapal.
Tugas utama lembaga ini hanya sebatas pada pelayanan administrasi pelayaran, khususnya penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG).
“KSOP tidak punya kewenangan memeriksa dokumen tambang atau legalitas batu bara. Kami hanya mengurus aspek pelayaran. Kalau seluruh dokumen persyaratan lengkap, kami wajib menerbitkan SPB,” kata Mursidi saat dikonfirmasi awak media.
Menurutnya, proses penerbitan SPB dan SPOG dilakukan sepenuhnya melalui sistem layanan digital yang telah terintegrasi secara nasional.
Petugas KSOP tidak lagi melakukan pemeriksaan manual terhadap dokumen satu per satu.
“Semua dilakukan secara digital. Jadi ketika pengusaha atau perusahaan mengajukan permohonan SPB, mereka mengunggah dokumen pendukung seperti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), bukti pembayaran royalti, hasil laboratorium, dan draft survey. Kalau sistem menyatakan dokumen lengkap, kami wajib menerbitkan SPB,” jelasnya.
Mursidi menegaskan bahwa jika seluruh syarat administratif terpenuhi, KSOP tidak memiliki dasar hukum untuk menahan kapal.
Menurutnya, tindakan seperti itu justru berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi petugas.
“Kalau kami menahan kapal padahal semua dokumen formalnya lengkap, itu bisa dianggap menghambat kegiatan pelayaran. Kami bekerja berdasarkan ketentuan dan prosedur resmi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mursidi menjelaskan bahwa KSOP hanya menangani administrasi pelayaran dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan.
Sementara, pengawasan terhadap asal-usul batu bara dan legalitas tambang, termasuk dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), merupakan kewenangan instansi pertambangan.
“RKAB itu bukan kewenangan kami, tapi pihak penerbitnya, yakni instansi pertambangan. Kami hanya mengurusi Rencana Kegiatan Bongkar Muat (RKBM). Jadi kalau ditanya tambangnya legal atau tidak, itu di luar tupoksi kami,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh pelabuhan tempat aktivitas pengapalan batu bara berlangsung bukan pelabuhan umum yang dikelola KSOP, melainkan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) atau Terminal Khusus (TRSUS) milik perusahaan.
“Pelabuhan tempat tongkang beroperasi itu TUKS atau TRSUS. Jadi bukan pelabuhan umum di bawah pengelolaan KSOP Samarinda,” ucapnya.
Dalam sistem digital yang digunakan, KSOP hanya berwenang memastikan kelengkapan dokumen, bukan menilai keasliannya.
Artinya, jika dokumen yang diunggah ternyata palsu atau bermasalah, tanggung jawab penilaian keaslian berada pada instansi penerbit.
“Apakah dokumen itu asli atau palsu, kami tidak punya kapasitas untuk menilai. Yang bisa memastikan hanya pihak penerbit dokumen, seperti perusahaan tambang atau dinas terkait. Kalau soal SPB, baru kami yang bisa menjelaskan karena itu kami yang terbitkan,” ungkap Mursidi.
Ia menyebut, sistem digital yang diterapkan KSOP dirancang untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi pelayanan pelayaran.
Namun, sistem tersebut memang tidak dirancang untuk memverifikasi legalitas dokumen pertambangan.
Menanggapi laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kepada Kejaksaan Agung terkait dugaan pengapalan batu bara ilegal di Sungai Mahakam, Mursidi memastikan pihaknya sudah dimintai keterangan oleh penyidik kejaksaan.
“Kejaksaan sudah datang ke kantor kami, termasuk dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Mereka sudah melihat langsung sistem kami, termasuk proses penerbitan SPB dan SPOG,” tuturnya.
Dalam pemeriksaan tersebut, KSOP menjelaskan bahwa seluruh proses penerbitan dokumen pelayaran dilakukan sesuai prosedur.
Tidak ada campur tangan atau kewenangan KSOP dalam menilai legalitas asal-usul batu bara.
“Tugas KSOP hanya sampai penerbitan SPB dan SPOG. Pengawasan pertambangan dan perizinan tambang bukan ranah kami. Itu sudah kami jelaskan secara terbuka kepada kejaksaan,” kata Mursidi.
Mursidi menegaskan kembali bahwa KSOP Samarinda bekerja *berdasarkan aturan dan kewenangan yang telah diatur pemerintah.
Pihaknya berkomitmen menjaga integritas pelayanan publik tanpa melampaui batas tanggung jawab institusi.
“Selama dokumen lengkap dan memenuhi syarat, kami layani. Tapi kalau ada pelanggaran dari sisi pertambangan, itu bukan kewenangan kami,” pungkasnya. (*)