POPNEWS.ID - Siapa tak kenal dengan korporasi Salim Group.
Salah satu lini sektor usaha Salim Group yang paling mudah ditemui saat ini seperti Indomaret.
Namun, siapa sangka, pendiri Salim Group harus jatuh bangun merintis usahanya.
Sudono Salim alias Liem Sioe Liong merupakan seorang pengusaha tersohor yang mendirikan Salim Group.
Ia merupakan konglomerat ternama Indonesia yang memiliki catatan perjalanan bisnis panjang, hingga dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto saat masih menjabat sebagai kolonel.
Pada masa-masa awal terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara, Sudono Salim dikenal sebagai pengusaha impor cengkeh dan logistik tentara.
Kini, banyak orang mengetahui bahwa kepemilikan Salim Group meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, dan masih banyak lainnya.
Jaringan bisnisnya yang luas membuat Kolonel Soeharto ingin bekerja sama dengannya.
Jalinan perkenalan pun terjadi setelah sepupu Soeharto, Sulardi menjadi perantara pertemuan keduanya.
Salim kemudian menjadi penyuplai logistik pasukan Kolonel Soeharto semasa Perang Kemerdekaan (1945-1949).
"Setelah Soeharto meraih kekuasaan di Indonesia pada pertengahan 1960-an dan menjadi presiden, dia didukung oleh kelompok kroni pengusaha, yang terbesar dan terkuat adalah Liem Sioe Liong," tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016).
Keduanya terlibat dalam relasi saling menguntungkan selama tiga dekade.
Soeharto melindungi Liem dan memastikan bisnisnya berjalan lancar.
Liem lewat kerajaan bisnis Salim Group menyalurkan dana kepada Soeharto, keluarga, dan kroni lainnya.
Alhasil, kedua pihak pun berjaya di jalannya masing-masing.
Salim sukses terdaftar sebagai orang terkaya di Indonesia.
Sedangkan Soeharto juga sukses memegang kuasa di Tanah Air.
Namun, kejayaan keduanya tiba-tiba hancur sekejap dalam waktu beberapa hari saja pada Mei 1998.
Salim sukses membangun tiga kerajaan bisnis di tiga sektor, antara lain perbankan (Bank Central Asia, BCA), bangunan (Indocement), dan makanan (Bogasari dan Indofood).
Namun, itu semua perlahan rontok saat memasuki krisis 1998. BCA menjadi yang terparah.
Sejarawan M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2009) menyebut, selama masa krisis nasabah menarik dana secara massal dan besar-besaran.
Ratusan orang rela antre berjam-jam untuk menguras seluruh tabungannya.