POPNEWS.ID - Salah ucap Gibran Rakabuming dibandingkan dengan Mahfud MD.
Diketahui, cawapresnomor urut 2, Gibran menyebut asal sulfat dibutuhkan ibu hamil.
Belakangan Gibran mengaku dirinya salah ucap, dan seharusnya mengucapkan asal folat.
Sementara, Mahfud MD menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan tanpa bukti cukup.
Hal ini pun dibandingkan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman.
Ia mengatakan meski Mahfud telah meralat, pernyataan ralat itu justru lebih parah daripada pernyataan cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka yang salah menyebut asam folat menjadi asam sulfat.
"Pernyataan pak Mahfud MD soal adanya OTT KPK tanpa cukup bukti, lebih parah daripada pernyataan Gibran yang salah sebut asam folat dengan asam Sulfat," kata Habiburrokhman dalam keterangan tertulis, Minggu (10/12).
"Kalau Gibran langsung, mengoreksi dan meminta maaf atas kesalahan sebut.
Sementara pak Mahfud walaupun meralat, tetapi justru mengatakan yang dimaksud adalah penetapan tersangka tanpa cukup bukti," imbuh dia.
Ia menilai pernyataan ralat Mahfud itu sangat fatal dan tuduhan kepada KPK.
Menurutnya, menjadi wajar jika publik dan aktivis antikorupsi mengkritik pernyataan Mahfud.
"Kalau Pak Mahfud bilang ada penetapan tersangka yang kurang cukup bukti, bukankah ada mekanisme praperadilan?
Yang bisa dilakukan oleh kuasa hukum para koruptor tersebut," katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR ini mengatakan sebagai warga negara, tentu boleh menyampaikan kritik kepada KPK.
Namun menurutnya, jika masuk ke pembicaraan mengenai proses peradilan pidana, tidak boleh melempar tuduhan sembarangan.
"Saat ini justru kita harus menunjukkan dukungan kita kepada KPK , Kejaksaan, Polri untuk terus maksimal melakukan pemberantasan korupsi," katanya.
Mahfud MD sebelumnya mengklarifikasi pernyataannya terkait OTT KPK yang dinilai terkadang tidak mengantongi bukti cukup.
Mahfud lantas mengatakan KPK kerap kali menetapkan tersangka tanpa bukti yang cukup.
"Saya ralat dan perbaiki, bukan OTT, tapi menetapkan orang sebagai tersangka buktinya belum cukup, sampai bertahun-tahun itu masih tersangka terus," kata Mahfud di Bandung dalam keterangan resminya, Sabtu (9/12).
"Itu lah sebabnya dulu di dalam revisi UU itu muncul agar diterbitkan SP3 bisa diterbitkan oleh KPK," tambahnya.
Sebelumnya, Mahfud sempat mengatakan KPK kerap melakukan banyak kesalahan.
Salah satunya telanjur melakukan OTT padahal bukti yang didapat tidak cukup.
Hal ini dikatakan cawapres nomor urut 3 itu saat menghadiri Dialog Kebangsaan dengan Mahasiswa Indonesia se-Malaysia di Kuala Lumpur, Jumat (8/12) kemarin.
"Kesalahan-kesalahan yang menyebabkan orang menjadi korban, karena telanjur orang menjadi target, telanjur OTT padahal bukti nggak cukup, dipaksakan juga ke penjara bisa terjadi. Makanya UU KPK-nya direvisi," kata Mahfud saat itu. (*)