POPNEWS.ID - Hilman Hariwijaya, penulis terkenal di era 80-an tutup usia.
Hilman Hariwijaya digandrungi anak muda pada zamannya lantaran sukses menelurkan Novel Lupus.
Nyaris tak ada anak muda di zaman itu yang tak mengenal karakter Lupus yang dibangun Hilman Hariwijaya.
Hilman Hariwijaya meninggal dunia pada Rabu (9/3/2022) pagi.
Kabar tersebut diumumkan oleh produser Agung Saputra melalui Instagram Story-nya.
"Inalilahi wainalilahi rojiun @thehilmanriwijaya semoga amal ibadahmu diterima oleh ALLAH SWT," tulis Agung.
Lahir pada 25 Agustus 1964 di Bengkulu, Hilman sejak kecil telah membayangkan dirinya menjadi penulis terkenal.
Meski tak ada satu pun anggota keluarganya yang menekuni dunia kepenulisan, cita-citanya itu tak pernah goyah.
Harian Kompas, 5 April 1987, menuliskan, Hilman mulanya terinspirasi dari cerita di majalah Bobo yang menjadi langganannya sejak kelas 4-5 SD.
Di usia itu, ia mencoba untuk membuat majalah sendiri yang memuat tulisan-tulisan karya pertamanya.
Layaknya majalah sungguhan, ia memiliki pelanggan yang tak lain adalah keenam saudara kandung dan orang tuanya.
Ia kemudian bergabung dengan koran anak-anak KOMA dan menuliskan cerpen pertamanya berjudul Bian, Adikku yang tak Pernah Ada pada 1978.
Cerpen itu pun memenangi perlombaan di majalah Hai.
Sejak saat itu, Hilman kemudian berpindah ke majalah Hai sebagai penulis cerpen, cerita bersambung, artikel musik, dan remaja.
Tiga noveletnya yang pernah dimuat di majalah Hai kala itu adalah Rhapsody buat Irvan, Bulan di Atas Rawa, dan Nyanyian Bisu.
Pada April 1987, ia menulis novel Lupus seri pertama Tangkaplah Daku Kau Kujitak yang berisi keseharian hidup remaja.
Dalam waktu dua bulan, buku itu telah terjual lebih dari 22.500 eksemplar.
Karakter Lupus digambarkan sebagai sosok yang sederhana, santai, polos, usil, tetapi baik hati.
Tak seperti penulis lain, Hilman justru jarang sekali membaca, terlebih buku yang berat.
Di antara sedikit buku yang ia baca adalah serial cerita anak karya Astrid Lindgren yang dikenal banyak berkisah tentang anak-anak badung.
Alih-alih membaca, pergaulan yang menuntunnya dalam menulis cerita.
Sebab, ia memperoleh seluk-beluk menulis dan kalimat indah dari pergaulan tersebut.
Semua itu dilakukan melalui jalur tidak resmi.
Artinya, ia hanya ngobrol bersama teman, rekan seprofesi, dan mengelilingi pusat keramaian hanya untuk mengamati obrolan anak muda.
Kebiasaan itu ia lakukan hampir setiap hari selama dua atau tiga tahun.
"Hanya lewat cara inilah kita bisa menemukan kenyataan-kenyataan yang sedang hidup," kata Hilman.
Dari metodenya ini, ia pun melahirkan banyak karya dan digandrungi para remaja.
Novel Lupus pun kemudian ditulis dalam banyak seri, seperti Cinta Olimpiade, Rumpi Kala Hujan, Topi-topi Centil, dan Tragedi Sinemata. (*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS