Unggahan netizen di media sosial kembali menuai kontroversi. Kali ini, beredar rekaman video seorang perempuan yang mengungkapkan permohonan kepada Presiden Joko Widodo.
Ada caption dalam video itu. "Tolong sebarluaskan agar sampai ke Presiden." Background video itu adalah suasana di pelabuhan karena tampak sebuah kapal.
Dengan raut wajah kesal, perempuan ini meminta keadilan kepada Jokowi. Perkaranya, seperti yang disampaikan melalui video itu, dia mengaku membongkar korupsi di BUMN Pelni.
"Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh. Halo Pak Predsiden. Pak Jokowi. Pak di era rezim pemerintahan anda, saya tidak mendapatkan keadilan. Saya membongkar korupsi di Pelni, yang terstruktur, menggurita dan massif, tapi dipolitisasi dan tidak mendapat keadilan divonis dunia. Ini Pak salah satu saksinya, kepala oeprasional Surabaya yang sudah menjebloskan saya, memberatkan vonis saya di pengadilan. Ini orangnya Pak. Dia bekerjasama sama Sye*an-sye*an Pelni," ujarnya dalam video itu.
Video itu menyebar di berbagai platform media sosial. Diketahui kemudian, perempuan itu bernama Marita Sani.
Ternyata video itu dibuat pada 2019. Kini, video itu kembali beredar di media sosial. Akun Twitter Kakek Bara @ArabBara2 mengunggahnya kembali pada 12 Desember 2021.
"Sekarang Kita Harus Berhati hati jika mau Melapor Para Koruptor "Walaupun memiliki Cukup Bukti". Wanita Tangguh Ini diVonis 1 Stengah Thn, karena Membongkar Praktik Korupsi PELNI Surabaya," cuit Kakek Bara.
Jejak digital mengungkapkan video itu diunggah Marita Sani pada 6 Februari 2019. Marita Sani sendiri kini telah divonis 1 tahun 6 bulan penjara karena terjerat UU ITE.
Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan bahwa video itu bernuansa menghina dan menuding adanya korupsi di Pelni. Marita Sani kemudian dituntut hukuman 2 tahun penjara.
Dalam amar putusannya, terdakwa Marita Sani terbukti secara sah dan menyakinkan mendistribusikan dan mentransmisikan video vlog yang bernuansa menghina dan menuding adanya korupsi di PT PELNI.
Perbuatan Marita Sani jelas melanggar pasal 45 ayat 4 UU nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Hakim Dede Suryaman seperti dilansir JPNN, 7 November 2019 lalu.
Pada 2020, memori kasasi jaksa dicabut pada Kamis (9/4/2020) dengan nomor perkara 2469/Pid.Sus/2019/PN Sby karena kebijakan hak asimilasi dan integrasi. (Redaksi)