Regional

Dishub Samarinda Targetkan Transportasi Massal Modern di Kota Tepian Siap Beroperasi 2026

POPNEWS.ID – Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda terus mematangkan rencana menghadirkan layanan angkutan umum massal.



Hal itu dilakukan sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi kemacetan di kota.

Kepala Dishub Samarinda, Hotmarulitua Manalu, menyebut program ini bukan sekadar proyek jangka pendek, melainkan bagian dari visi besar untuk menghadirkan sistem transportasi yang aman, nyaman, dan ramah lingkungan.

“Visi kami jelas, menciptakan transportasi yang aman, nyaman, ramah, dan selamat. Studi kelayakan sudah dilakukan sejak 2022, dan EPS disusun pada 2023. Target kinerja utama kami ada di tahun 2026 hingga 2030,” ujarnya, Senin (26/8/2025).

Dalam perencanaan, Dishub merancang tujuh trayek utama yang akan menghubungkan pusat kota ke berbagai wilayah strategis seperti Lempake, Palaran, hingga Bandara APT Pranoto.

Sementara enam trayek feeder akan menyasar kawasan pemukiman dan kampus untuk memudahkan mobilitas masyarakat.

Prototipe bus bahkan telah diperkenalkan kepada masyarakat dalam perayaan karnaval beberapa waktu lalu.

Tiga jenis bus ditampilkan, mulai dari bus konvensional, bus berdesain baru yang dipilih langsung Wali Kota, hingga bus kecil untuk melayani trayek feeder.

“Kami mengecek langsung respons masyarakat ternyata antusiasme sudah sangat tinggi. Itu artinya publik menunggu hadirnya transportasi massal,” ucapnya.

Sistem pembayaran dirancang sepenuhnya nirsentuh (cashless) menggunakan metode tap on bus.

Pintu masuk berada di depan dan pintu keluar di tengah, guna mendukung kelancaran sirkulasi penumpang.

Dishub juga memilih skema “buy the service”, sehingga pengoperasian bus dilakukan oleh pihak ketiga dengan pelat kuning, bukan milik pemerintah.

Tak hanya bus, Dishub juga menyiapkan Intelligent Transport System (ITS) yang dilengkapi Command Center, CCTV, GPS, dan sistem pengawasan lalu lintas real-time.

Namun, program ini membutuhkan dukungan anggaran yang tidak sedikit.

Untuk pengadaan bus listrik, estimasi biaya mencapai Rp60 miliar, sedangkan bus konvensional diperkirakan memerlukan sekitar Rp35 miliar.

Pemerintah menyadari bahwa keberhasilan sistem transportasi massal ini sangat bergantung pada perubahan pola pikir masyarakat.

Untuk itu, trotoar-trotoar yang telah dibangun akan difungsikan sebagai akses menuju halte dan titik pemberhentian bus.

“Kita ingin ubah mindset masyarakat. Kota lain dengan jalan sempit saja bisa jalanin angkutan umum. Kalau 40 orang naik satu bus, berarti puluhan kendaraan pribadi bisa kita kurangi di jalan,” pungkasnya.

Program ini diharapkan mulai uji coba dalam beberapa tahun ke depan, seiring dengan proses pengadaan armada dan pembangunan infrastruktur pendukung. (*)

Show More
Back to top button