POPNEWS.ID - Jika mendengar kata Assassin tentu benak kita akan langsung mengarah pada pembunuh bayaran.
Assasin bukan kisah fiktif, melainkan sekelompok pembunuh terampil dari Lembah Alamut yang kini disebut Iran.
Pada abad ke-11 sampai 13 silam, kelompok yang digambarkan kerap melakukannya dan menciptakan teror bagi musuhnya adalah kelompok Assassin.
Para Assassin kerap dianggap sebagai militan yang sangat patuh pada pemimpin dan siap menjalankan misi pembunuhan terhadap musuh-musuhnya.
Ketika berhasil menjalankan misi pembunuhan, mereka sadar tidak akan bisa lepas begitu saja karena segera ditangkap dan kemudian dibunuh atau disiksa sampai mati.
Bagi para militan ini, usaha meloloskan diri adalah suatu perbuatan memalukan.
Menurut Salam Abdulqadir Abdulrahman—peneliti politik dari University of Human Development Irak, kelompok Assassin dan pengebom bunuh diri modern memiliki satu titik persamaan.
Abdulrahman dalam artikel ilmiah "The Assassins: Ancestors of Modern Muslim Suicide Bombers?" (2016) menyebut, keduanya sama-sama diyakinkan bahwa aksinya itu diganjar surga setelah kematian.
Para Assassin menginginkan kematian untuk dirinya sendiri ketika menjalankan misi.
Assassin memilih target operasi pembunuhan dengan spesifik.
Seringkali dari kalangan elite, misalnya sultan, panglima militer, tokoh masyarakat, hakim, hingga para penentang dan penghasut.
Meski para Assassin memiliki persenjataan lengkap, seperti busur dan panah, pedang, dan lainnya, senjata andalan mereka untuk membunuh adalah belati.
Inilah yang membedakan Assassin dari para pengebom bunuh diri saat ini.
Pengebom bunuh diri memakai bahan peledak di tubuhnya dan meledakkannya di kerumunan orang untuk memaksimalkan jumlah korban.
Assassin yang dimaksud adalah kelompok militan dari Nizari Ismaili—bagian dari Syiah Ismailiyah—yang eksis pada kurun 1090-1275.