Nasional

Dirut KAI Tegaskan Petugas KRL Tidak Dipecat, Fokus Perbaikan SOP Barang Hilang

Kronologi Kehilangan Barang dan Klaim Inkonsistensi Prosedur

POPNEWS.ID – Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI), Bobby Rosyidin, secara tegas membantah isu yang beredar luas di media sosial mengenai pemecatan petugas KRL akibat kasus kehilangan tumbler Tuku milik seorang penumpang. 



Kasus viral ini memicu perdebatan sengit mengenai integritas petugas dan standar operasional penanganan barang hilang di transportasi publik. Bobby Rosyidin memberikan klarifikasi saat ditemui di Ayana Midplaza, Jakarta, Kamis (27/11), bertujuan meredakan spekulasi dan mengembalikan fokus pada perbaikan sistem pelayanan.

“Enggak ada orang itu dipecat,” kata Bobby Rosyidin singkat, menepis isu pemecatan yang mencuat setelah unggahan penumpang menjadi viral. 

Meskipun enggan memberikan detail panjang lebar mengenai polemik yang ramai dibicarakan tersebut, ia berulang kali memastikan bahwa petugas KRL yang bersangkutan tetap bekerja.

Isu pemecatan ini bermula dari postingan seorang pengguna KRL bernama Anita, melalui akun Threads @anitadwdl. Dalam unggahannya, Anita memaparkan kronologi kehilangan tumbler Tuku miliknya dan secara tersirat menuding petugas keamanan tidak bertanggung jawab atas hilangnya barang tersebut selama proses pengembalian. 

Insiden ini, yang melibatkan barang pribadi, berhasil menarik perhatian publik yang sensitif terhadap isu pelayanan dan integritas aparat di layanan publik.

Kronologi Kehilangan Barang dan Klaim Inkonsistensi Prosedur

Anita menjelaskan bahwa insiden kehilangan bermula saat ia lupa membawa tasnya di kereta Commuter Line rute Tanah Abang-Rangkasbitung. Segera setelah menyadari tasnya tertinggal, Anita melapor kepada petugas keamanan di Stasiun Rawa Buntu. Proses pelaporan ini berjalan lancar tas milik Anita berhasil ditemukan di gerbong khusus wanita.

Petugas KRL di lapangan bahkan mengirimkan foto kondisi tas tersebut berikut isinya, yang jelas memperlihatkan keberadaan tumbler Tuku yang dimaksud. Namun, sesuai prosedur standar operasional (SOP) KAI untuk barang tertinggal, tas tersebut tidak dapat langsung diambil di stasiun terdekat. 

Anita diinstruksikan untuk mengambil tasnya di stasiun tujuan akhir kereta, yaitu Stasiun Rangkasbitung, pada keesokan harinya.

Kekecewaan dan dugaan kelalaian mencuat ketika Anita dan suaminya datang mengambil tas tersebut. Mereka menemukan bahwa tumbler Tuku yang sebelumnya terlihat jelas dalam foto petugas sudah tidak ada di dalam tas. Merasa dirugikan oleh kelalaian petugas dalam proses pengamanan barang, Anita kemudian menuliskan kekecewaannya secara detail di media sosial. Unggahan inilah yang dengan cepat menjadi viral, memicu perdebatan luas, dan menimbulkan isu pemecatan terhadap petugas yang bersangkutan.

Pembelaan Petugas Argi dan Upaya Itikad Baik yang Ditolak

Di tengah sorotan publik, petugas KRL yang terlibat dalam penemuan barang tersebut, bernama Argi, juga memberikan klarifikasi melalui Threads. Argi menjelaskan bahwa ia menerima tas tersebut dari petugas lain dan terpaksa meletakkannya di ruang jaga. Argi mengaku tidak memiliki kesempatan atau waktu luang yang cukup untuk mengecek dan mencatat secara rinci seluruh isi tas karena kondisi stasiun saat itu sedang sangat ramai dan padat.

Meskipun demikian, Argi menunjukkan itikad baik dengan berinisiatif menawarkan penggantian tumbler Tuku yang hilang kepada Anita. Namun, tawaran penyelesaian secara damai dan restorative ini ditolak oleh Anita dan suaminya, yang memilih untuk mempertahankan unggahan kritik di media sosial.

Dalam pesan yang dikirimkan kepada suami Anita, Argi mengungkapkan dampak emosional yang dialaminya. Argi merasa sangat terpukul dan tertekan karena insiden viral ini mengancam mata pencaharian satu-satunya. 

Ia bersikeras bahwa dirinya bukan pelaku yang mengambil tumbler tersebut, namun tuduhan yang menyebar tanpa ada pembuktian yang tuntas telah menciptakan risiko besar terhadap pekerjaannya.

Komitmen KAI: Integritas Karyawan vs. Kritik Publik

Keputusan Direktur Utama KAI Bobby Rosyidin untuk secara eksplisit membantah isu pemecatan petugas ini mengirimkan sinyal bahwa KAI memprioritaskan proses hukum internal dan kepastian kerja, serta tidak mengambil keputusan berdasarkan tekanan opini publik semata. 

Penegasan bahwa petugas tidak dipecat, meskipun kasus ini viral, menunjukkan upaya institusi untuk menjaga azas praduga tak bersalah dan mencari fakta material yang jelas, bukan sekadar memuaskan tuntutan publik.

Kasus tumbler Tuku ini menyoroti perlunya PT KAI untuk segera meninjau dan memperbaiki secara mendasar prosedur penanganan barang hilang dan ditemukan (lost and found). KAI wajib merumuskan SOP yang jauh lebih ketat, transparan, dan teruji untuk menghindari insiden serupa yang menimbulkan kecurigaan dan merusak citra layanan.

Keputusan Bobby Rosyidin ini diharapkan menjadi dasar bagi KAI untuk melakukan perbaikan sistemik, di mana pengawasan ketat, pencatatan barang tertinggal yang akurat, dan pelatihan integritas petugas ditingkatkan. 

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh operator transportasi publik transparansi dan keadilan dalam penanganan barang hilang adalah kunci mutlak untuk mempertahankan kepercayaan dan kredibilitas di mata masyarakat.

(Redaksi)

Show More
Back to top button