POPNEWS.ID – DPRD Samarinda dan Dinas Kesehatan (Dinkes) menyoroti fenomena siswa yang lebih gemar membeli jajanan di luar sekolah daripada di kantin sehat.
Meski sebagian besar sekolah telah menyediakan kantin sehat, jajanan pinggir jalan masih menjadi favorit para pelajar.
Isu ini menjadi topik utama dalam agenda Hearing Mengenai Sertifikat Halal dan Keamanan Jajanan Anak Sekolah, yang digelar di Ruang Rapat Gabungan Lantai 1 DPRD Samarinda, Selasa (7/10/2025).
Hearing dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti dan turut dihadiri perwakilan dari Dinkes, BPOM, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kepala Dinas Kesehatan Samarinda, Ismed Kusasih menyampaikan bahwa pihaknya secara rutin melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap jajanan sekolah, meskipun belum dapat menjangkau seluruh sekolah secara merata.
“Kami melakukan pengawasan dengan sistem sampling di beberapa sekolah. Meskipun belum menyeluruh, kegiatan pembinaan dan pengawasan sudah berjalan maksimal,” ujar Ismed.
Ia menambahkan, sejauh ini belum ditemukan kasus serius terkait keamanan jajanan anak sekolah.
Namun, langkah pencegahan tetap harus dilakukan agar risiko kesehatan bisa diminimalkan.
“Langkah yang kita bahas hari ini sangat baik karena fokus pada pencegahan. Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan,” tegasnya.
Selain keamanan pangan, Dinkes juga menyoroti pola konsumsi siswa yang rentan terhadap penyakit tidak menular, khususnya akibat konsumsi gula berlebih.
“Sekarang banyak anak muda yang berlebihan mengonsumsi gula. Ini harus dikontrol. Salah satu SPM (Standar Pelayanan Minimal) kami adalah pencegahan penyakit tidak menular, termasuk diabetes,” jelas Ismed.
Dinkes bahkan telah melakukan pemeriksaan gula darah terhadap siswa tingkat SMP dan SMA.
Hasilnya menunjukkan bahwa masalah kesehatan terbanyak adalah karies gigi, disusul kekhawatiran potensi diabetes pada usia muda.
Sementara itu, Sri Puji Astuti menilai kantin sehat di sekolah-sekolah belum mampu menarik minat siswa.
Sebaliknya, jajanan di luar sekolah seperti pentol, cilok, telur gulung, hingga sosis, lebih digemari karena harga yang lebih murah.
“Yang kami khawatirkan, jajanan ini banyak diolah di rumah dan kita tidak tahu apakah prosesnya higienis atau tidak. Ada potensi bahaya jika menggunakan bahan tidak segar atau minyak goreng bekas,” pungkasnya.
Ia menegaskan pentingnya edukasi kepada siswa untuk memahami bahaya makanan yang tidak sehat dan tidak higienis, serta mendorong kolaborasi lintas sektor untuk menjaga kualitas jajanan di lingkungan sekolah.
Hearing ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara sekolah, Dinas Kesehatan, BPOM, dan MUI dalam mengawasi keamanan jajanan anak sekolah, sekaligus meningkatkan kesadaran pelajar dalam memilih makanan sehat. (*)