POPNEWS.ID – Media internasional menyoroti aksi pengemudi truk di Indonesia yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial anime Jepang One Piece menjelang menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus mendatang.
Media asing tersebut, yakni Malay Mail asal Malaysia dan South China Morning Post (SCMP) dari Hong Kong.
Dalam laporannya berjudul “In Indonesia, truckers have turned ‘One Piece’ Straw Hat Pirates flag into a protest symbol ahead of Independence Day”, Malay Mail menggambarkan bagaimana sopir-sopir truk Indonesia memilih untuk tidak mengibarkan bendera Merah Putih seperti biasanya, melainkan menggantinya dengan bendera bajak laut “Topi Jerami” dari anime One Piece.
“Dengan diperingatinya Hari Nasional di bulan Agustus, mengibarkan bendera Indonesia telah menjadi praktik yang telah lama dilakukan oleh para pengemudi logistik dan truk,” tulis media tersebut, dikutip Rabu (6/8/2025).
Namun tahun ini berbeda. Pengibaran bendera fiksi itu disebut sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) dari Kementerian Perhubungan yang membatasi muatan truk secara ketat.
Meski kebijakan tersebut sudah ditunda hingga 2027, dampaknya masih dirasakan para pengemudi.
Menurut Malay Mail, akar persoalan bukan hanya pada pelanggaran muatan oleh sopir, tetapi juga pada sistem upah yang bergantung pada berat muatan, serta tekanan dari operator dan pemilik truk.
“Bendera One Piece menjadi simbol frustasi para sopir terhadap rendahnya upah dan sistem kerja yang tidak berpihak pada mereka,” tulis laporan tersebut.
Sementara itu, SCMP dalam artikel berjudul “Indonesians fly anime pirate flag in Independence Day protest” menyebut aksi ini sebagai “semangat perlawanan terhadap ketidakadilan”.
SCMP juga menyoroti peringatan dari sejumlah pihak mengenai kemungkinan konsekuensi hukum, terutama jika bendera anime dikibarkan bersamaan dengan bendera nasional.
Beberapa pejabat Indonesia turut memberikan tanggapan.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menilai aksi ini sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.
“Asalkan tidak bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.
Namun, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan bahwa pemerintah memiliki hak untuk membatasi simbol-simbol nonresmi dalam konteks nasionalisme.
Ia memperingatkan bahwa aksi semacam itu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum atau bahkan bentuk penghasutan jika tidak dilakukan secara bijak. (*)